Minggu, 29 April 2012

Dua Belas Purnama


Dua belas purnama berlalu dibalik punggung kebodohan
Menatap masa lalu dengan penuh penyesalan
Begitu terpaku disudut tembok ruang yang hitam
Aku berdarah dicabik jutaan kuku kuku setan yang gentayangan
Jutaan detik sia-sia

Kupandangi cermin usang didepanku
Tanpa cahaya lampu aku masih bisa melihat bayangan abu-abu
Hitam
Dan lalu pergi

Ketidakberadaan cahaya membuatku kelam
Kusulutkan api dari sebatang korek kayu yang kugenggam
Lalu makin jelas robekan luka diwajahku
Terbelalak, berdarah dan busuk
Pantas saja cahaya pun tidak sudi meneranginya

Aku berputar-putar mengelilingi ruangan
Mencari teman yang bisa aku ajak bicara
Aku teriak tanpa suara
Oooh bayang-bayang dimana kamu berada?
Temanku satu-satunya pun tidak ada

Iblis laknat!
Karenamu aku luka
Dimana kamu sekarang?
Mengapa setelah aku menjadi temanmu kau malah pergi??
Begitukah wujud kelicikanmu?
Sekarang aku tidak heran mengapa kau di usir dari surga

Dua belas purnama berlalu dibalik punggung kebodohan
Menciptakan siluet hitam sempurna
Tidak berseni, tidak indah
Bau busuk menyengat hidungku yang berusaha membedakan mana oksigen mana karbondioksida
Aku sesak terhimpit masa silam kelabu
Jutaan detik sia-sia

Aku terduduk lemas dan meneteskan air mata
Kaki gemetar ketakutan
Aku mulai komat-kamit menyebut nama-Nya
Lalu tiba-tiba muncul sebercak cahaya kecil bagai kunang-kunang
Silau ditengah kegelapan
Inikah simbol hidayah-Nya?
Aku celingukan  memantau sekitar ruangan
Ini kesempatan untuk aku berpaling dari iblis-iblis brengsek penguasa nafsu-nafsu fana

Dua belas purnama berlalu dibalik punggung kebodohan
Jutaan detik sia-sia
Aku bukan udang
Tidak akan pernah aku ulang

Jakarta, 20 April 2012



Sajak Pencarian Aku


Sekian judul daya imajinatif dan pikirmu telah tertera di muka publik
Semua tersimpan apik dalam arsip maya
Puluhan, mungkin puluhan judul yang telah kau tulis selepas waktu pertama aku dan kamu
Tapi tak ada sedikit tentang aku
Sedang aku, selalu menulis apapun berkaitan denganmu
Melukismu
Bercerita pada kawan
Dan lain sebagainya
Aku selalu menempatkanmu sesuai dengan apa yang aku katakan malam itu

Tapi dimana aku mencari aku didalam dirimu?
Adakah hanya lewat bunyi dari pita suaramu?
Lantas dapatkah aku percaya akan kata-kata manismu itu?
Apa alasanku??
Semua orang bisa berkata manis!

Aku bukan ikan yang bodoh melahap umpan di mata pancing
Tersaring dalam jala beserta sampah laut lainnya
Aku tidak buta
Aku bisa melihat tuangan penamu yang asik bercerita mengenai gadis gadis itu

Dimana aku mencari aku didalam dirimu?
Aku tidak buta, sayang
Tidak juga bodoh
Hanya saja aku malas melihat kebenaran dan berpikir realistis
Anganku sudah lelap dibuai mimpi

Kini dimana aku mencari aku didalam dirimu?
Ah, aku mohon, sayang
Pergilah! 
Jangan kembali! 


Kumpul

Katanya anak band, tapi kumpulnya dibelakang kuburan cina... hahaha

Selasa, 17 April 2012

Dia


Dia, selalu datang diwaktu yang tepat. Entah kenapa. Aku tidak pernah tahu sebabnya.
Diwaktu aku sedang merasakan sepi, kecewa, bosan, dia datang dihadapanku membawa bayak canda agar aku tersenyum. Dan untuk sesaat aku dapat melupakan segala masalahku. Dia bukan kekasihku, bukan juga sahabat apalagi teman, aku sendiri tidak tau harus menyebutnya apa.
Disaat bersama dengan dia, aku merasa ada kenyamanan, ada sesuatu yang sulit aku jelaskan, tapi bukan cinta. Ya, bukan cinta. Aku tau persis bagaimana rasanya jatuh cinta itu, dan yang aku rasakan ini bukan jatuh cinta.
Saat aku sedang bersama dia, semua orang pasti menganggap bahwa aku sedang menjalin hubungan asmara dengannya. Ketika berada ditempat yang cukup ramai, dia selalu menggenggam tanganku, katanya ia khuatir aku hilang. Dan saat ditempat yang tidak terlalu ramai, ia selalu merangkulku sambil berjalan. Kamipun berbincang layaknya sepasang kekasih, sama-sama menggunakan kata-kata yang lembut. Disaat berguraupun demikian. Yang jelas setiap orang yang melihat kebersamaan kami pasti iri. Iri karena kami begitu terlihat mesra.
Dia. Siapa dia itu? Entahlah, aku hanya tau namanya Rama. Rama Adi Putra. Bukan kekasihku, bukan sahabatku, bukan juga temanku. Entahlah. 

Busy !!!



Lunch hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya. Diluar rumah. Dan sendirian. Hal ini udah jadi rutinitas rutin gue sejak beberapa bulan yang lalu. Entah kenapa gue baru menyadari kalo ternyata gue gak pernah ada dirumah diwaktu siang, dan itu hampir tiap hari. Sekitar jam sepuluh pagi gue udah keluar rumah untuk beraktifitas, pulangnya pun hampir setiap hari lebih dari jam 9 malam.  Untuk seorang mahasiswa kayak gue pasti banyak yang bertanya-tanya rutinitas apa yang gue lakuin diluar rumah sampe hampir setiap hari gitu. Gue udah semester enam, karena gue ngambil program diploma III jadi disemester ini gue cuma ngerjain Tugas Akhir. Gak banyak mata kuliah yang gue ambil. Malah seminggu cuma masuk sekali, hari sabtu doang, itupun dua jam aja. Pengerjaan Tugas Akhir juga belum terlalu sibuk. Masih awal banget. Lalu apa yang gue lakuin diluar rumah setiap harinya??
Dan tanpa gue sadar lagi, ternyata gue itu sangat-sangat sibuk. Ada aja yang gue lakuin diluar rumah setiap harinya. Latihan ini, latihan itu. Ngerjain ini, ngerjain itu. Job ini, job itu. Ada aja jadwalnya. Heran gue juga. Sekalinya ada jadwal free sehari, gue malah terserang kejenuhan didalem rumah. Bawaannya pengen keluar, hang out. Mungkin karena gue butuh refreshing kali ya setelah berhari-hari ngelewatin rutinitas yang ngebosenin. Haha I don’t know. Yang jelas gue harus memenuhi nafsu gue untuk hang out di waktu free yang langka itu.
Dan gue ngelakuin hal apa aja yang sekiranya membuat kejenuhan gue itu ilang. Anything. Banyak banget yang bisa gue lakuin diluar rumah, mau itu sendiri kek, mau itu sama temen-temen kek. Pokoknya have fun! Walau lebih sering sendiri sih.. haha. Maklum jomblo.. hehe. Yang penting tetep bahagia kan? Ya gak? Hehe.
Yaudah ah, gue mau ngabisin lunch gue dulu. Dikejar waktu nih. Maklum sibuk. Haha.
I hope tomorrow is holiday. Gue ada janji untuk menemui seseorang dalam waktu dekat ini, seseorang yang jauh disana. Waktu luang, plis dateng buat gue. Amin.   

Mukadimah Indah


Saat semuanya tenggelam
Kau muncul ke permukaan
Menawarkan sebongkah benda yang bisa dijadikan perhiasan
Aku menerimanya dengan tangan terbuka

Seraya tersenyum
Kau bicara hangat
Membawa revolusi pada pemikiran jenuhku
Aku suka itu

Panah aprodite yang kau tancapkan begitu terasa
Dalam, tapi tidak menyakiti

Teruslah berjalan, sayang
Persimpangan ini tidak harus membuatmu bingung
Ada jalan yang sudah jelas harus kau pilih

Cepatlah!
Kau tak perlu hati-hati
Terjatuhlah untukku
Maka aku akan mengobati lukamu yang terbelalak itu
Lalu mulailah bersama menelan jalan hidup
Menghirup udara yang kadang bersih kadang berpolusi
Mendengar ocehan, nyanyian dan pelajaran
Denganku, pahitmu pun berharga

Embrace


Gue gk tau apa yang lagi gue rasain malam ini. Jam udah nunjukin angka satu lebih dua puluh menit. Dan ujan juga belum mau berenti. Dan lagi gue juga belum mau nutup mata gue untuk masuk ke alam tidur.
Sejak beberapa jam yang lalu entah kenapa gue pengen banget menggenggam erat tangan seseorang lalu kemudian memeluknya. Bukan tertuju pada satu nama, tapi gue pengen ngelakuin itu dengan siapapun. Ya, siapapun! Gue pengen ngerasain hangatnya menggenggam tangan seseorang, bersandar di bahu dengan lembut dan merasakan tepukan atau usapan halus dipunggung gue pertanda bahwa orang itu mengerti apa yang gue rasakan dan berusaha untuk ikut masuk kedalam rasa gue itu.
Huh, gak muluk-muluk kan? Tapi itu gak bisa gue dapetin sekarang. Mungkin ini efek karena gue lagi bener-bener ngerasa sendiri kali ya? No bodies everywhere! ALONE. Bukannya gak ada orang disekeliling gue, lebih tepatnya lagi gue merasa gak ada orang yang mengerti kondisi gue sekarang. Gue ngerasa apa yang gue punya tuh lenyap. Everything is gone. Kepercayaan diri gue, bakat gue,  keluarga gue dan lain sebagainya. Gila! Perasaan yang tolol! Dan gak seharusnya gue larut di dalam rasa ini!
Gue memejamkan mata, mencoba menghayal dipeluk oleh seseorang. Lama. Cukup lama gue memejamkan mata menunggu rasa itu datang. Tapi tetep nihil. Gue gak berhasil merasakan apa yang ada dihayalan gue.
Oke, gue coba lagi memejamkan mata. Sebentar. Lalu tiba-tiba entah mengapa gue ngerasa dipeluk. Bukan oleh seseorang. Bukan. Ini beda. Rasanya lebih hangat dan aman. Nyaman. Mengadirkan kembali yang menurut gue hilang. Bahkan lebih. Hati gue gemetar.

Oh Allah, Engkau telah memelukku. Bahkan tanpa kusadari bahwa Engkau memang selalu memelukku.


Wonderfull Dream


Aku merasa usiaku sudah tidak cocok lagi untuk bicara soal cita-cita. Dua puluh satu tahun aku hidup menjalani waktu yang juga berlari. Saling berkejar-kejaran, terkadang aku berada didepan dan terkadang tertinggal jauh dibelakang. Lelah memang sering kali tampak dari fisikku yang cukup kuat ini. Tapi aku mencoba selalu menghapus segala keluh kesah karena lelah itu sendiri, aku tak mau orang lain tahu. Bahkan aku sendiri harus menapik bahwa aku hampir jatuh kelelahan.
Selama dua puluh satu tahun aku hidup, dan belakangan ini aku merasa sedikit menyesal karena aku terlambat mempersiapkan amunisi perang yang sekarang sudah didepan mata. Kini aku seperti dikebiri. Mau tidak mau hari esok pasti akan datang. Dan aku harus siap menghadapinya dengan perbekalan minim yang aku punya. Aku hanya berharap akan tiba bantuan untukku, atau datang keajaiban yang membuatku selalu tak pernah lelah sampai akhirnya aku menang. Menang yang bukan ending, tapi menang yang menjadi awal dimana aku akan menghadapi perang yang lebih mengerikan lagi nantinya. Perang yang benar-benar menjadi tujuan jihadku.
Target-target sudah banyak tersusun diotakku yang mulai penuh. Jutaan sel otak lainnya menyimpan tanya, “apakah aku bisa mencapai ini semua?”. Aku ragu tapi tidak mungkin berhenti. Aku harus melewati ini semua. Ya, semua.
Sehingga riwayat hidupku pada tahun 2019 nanti benar-benar tertulis seperti apa yang aku pikirkan saat ini, yaitu :

Ita Juwita, lahir pada tanggal 11 Januari 1991 di Jakarta. Semasa kecilnya tidak ada yang menonjol dari perempuan keturunan Tanah Sunda ini. Seperti kebanyakan anak-anak pada umumnya, keseharian seorang Ita dihabiskan dengan bermain. Namun berbeda dengan anak perempuan kebanyakan, ia lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman yang berlawanan jenis untuk bermain sepak bola, gundu atau perang-perangan. Kebiasaannya ini terus berlanjut hingga kuliah. Tentunya kebiasaan menghabiskan waktu dengan teman-teman yang berlawanan jenis, bukan kebiasaan bermain bola, gundu atau perang-perangan.
Setelah setahun mengikuti program S1 jurnalistik di IISIP, ia kembali mengambil keputusan untuk memperdalam minat lain yang ada dalam dirinya dengan jalan menempuh pendidikan seni di IKJ jurusan seni lukis.
Saat usianya menempati angka dua puluh enam tahun ia resmi menyabet gelar Sarjana S1 di dua universitas sekaligus. Lulus dari IISIP dengan IPK 3,5 dan IKJ dengan IPK 3,3 merupakan awal baru karirnya dibidang seni dan jurnalis. Setelah lebih dari empat tahun menjadi wartawan harian Kompas, kini ia beralih menjadi penulis redaksi di salah satu stasiun TV swasta ternama di Indonesia. Beberapa novel pun pernah ia terbitkan sejauh ini, yaitu, “bla bla bla” dan “ada lagi” (belum kebayang judulnya). Selain itu keahliannya dalam melukis pun kian berkembang, sebuah pameran tunggal miliknya pada bulan Januari 2017 lalu merupakan awal dimana ia diakui sebagai pelukis propesional yang cukup diperhitungkan keberadaannya. Pernikahannya dengan seorang musisi pada Februari 2018 lalu tidak menghentikan langkahnya untuk terus menghasilkan karya-karya terbaik. Hingga sampai saat ini ia terus melahirkan buah-buah pemikirannya dibidang jurnalis dan seni lukis.

Waw, wonderfull dream! Yah, apalagi yang bisa dilakukan seorang pencundang seperti aku ini selain bermimpi? Begitu banyak pihak yang mentertawai mimpi-mimpiku itu. Sakit selalu terselip dihatiku yang sempit, tapi aku tidak peduli. Aku ingin terus bermimpi dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu. Aku tidak akan pernah tutup telinga atas apa yang aku dengar. Tertawaan, makian, cacian, semua akan aku dengar dengan baik. Dan akan aku jadikan sebuah motivator berupa cambukan keras. Walaupun banyak orang yang menterwakan cita-citaku, tapi aku selalu merasa lebih beruntung dari mereka-mereka yang mentertawakan.  Setidaknya, karena aku lebih BERANI UNTUK BERMIMPI begitu tinggi dibanding mereka-mereka itu.

Laki-Laki Bodoh


Diam sendiri di tengah padang Sahara
Melihatmu dari kejauhan tengah berjalan
Membawa sekantung kotoran unta yang kau seret seret
Keningmu mengerut menahan terik raja siang
Aku yang tengah meneduh merasa kasihan
Tapi tetap tidak dapat berbuat apa-apa selain menonton pemandangan itu

Dan kau juga tidak menuju kearah tempatku duduk
Mungkin kau malu hingga memilih gubuk rusak disampingku
Dengan penuh rasa bersalah kau memandangku
Lalu tiba-tiba  mengirimkan satu senyuman
Aku tergugu
Hanya dapat membalas tatapanmu tanpa tersenyum
Marah dan muak telah membuncah didalam tubuhku
Mengalahkan rasa ingin mendekap jiwamu yang tersiksa

Ribuan lalat hijau nemplok diatas badanmu yang letih
Membuatku semakin jijik bahkan untuk sekedar memandangmu
Kiloan kotoran unta yang kau bawa menjadi beban yang tidak dapat kau lepaskan
Kau itu bodoh, padahal kotoran itu yang membuatmu diserbu jutaan lalat hijau
Harusnya tadi ditengah perjalanan kau meninggalkan karung itu
Atau mungkin lebih baik dibuang saja!
Ya, dibuang sembarangan saja!

Tapi itu rasanya tidak mungkin
Mengingat kamu adalah orang yang tidak pernah mau dianggap bersalah
Mana bisa kau membuang atau meninggalkan apa yang kau bawa-bawa?
Jika itu membuatmu merasa sempurna,
Justru itu pula yang membuatku tidak pernah memandangmu sempurna!

 Jakarta, 4 April 2012

Tajir


Tajir, ganteng, proporsional, pinter, gak macem-macem, baik hati, santun. Yap, perfect banget kan? Cewek mana sih yang gak suka sama cowok yang memenuhi kriteria yang gue sebutin diatas tadi? Hampir gak ada kayaknya. Mayoritas cewek yang ada pasti gak bakal nolak kalo dideketin atau ditembak cowok macem itu. Yang nolak pasti ada di kelompok minoritas, dan gue adalah salah satu orang yang masuk kedalam kelompok minoritas itu!
Namanya Darma, kuliah di Universitas Indonesia fakultas teknik tingkat tiga. Gak cuma kuliah, doi juga udah jadi pengusaha muda yang bisa dibilang sukses. Doi adalah pemilik beberapa cabang bengkel mobil dan motor di Jakarta. Keren banget kan? Emang sih modal doi buka bengkel itu dari ortunya yang tajir melintir. Tapi asal lo tau nih, tadinya doi cuma di kasih satu bengkel untuk doi rintis. Kata bokapnya bengkel itu gak Cuma jadi modal bisnis, tapi harus dijadiin modal hidup doi. Semua kebutuhan hidup doi harus bisa terpenuhi lewat bisnis bengkel itu. Kecuali masalah seluruh biaya yang berkaitan dengan pendidikan Darma, untuk hal yang satu ini kedua orang tuanya masih bertanggung jawab penuh. Yang harus dia penuhi cuma kebutuhan lain seperti makan, biaya kost, dan lain-lain. Jadi pinter-pinter si Darma dah tuh gimana merintisnya supaya jangan sampe dilanda pailit.
Dan ternyata, selama tiga tahun doi merintis bisnis dibidang otomotif ini, bukan hanya kebutuhan hidupnya yang berhasil dipenuhin. Sekarang doi sudah mendirikan empat cabang bengkel lagi. Walau masih di kawasan Jakarta. Tapi ini nggak bisa di bilang biasa aja untuk anak muda yang baru menginjak usia 20tahun. Selama tiga tahun doi merintis bisnisnya sampe berkembang pesat, dan selama tiga tahun juga doi berusaha menjadikan gue ‘pacar’nya dan belum juga berhasil.
“Gila. Tolol lo , Ta. Bego. Sakit!” Yah, umpatan-umpatan kayak gitu deh yang gue terima kalo gue curhat atau cerita sama beberapa temen gue tentang masalah ini. Mereka –temen-temen gue- selalu menganggap gue itu udah tolol banget karena selalu nolak Darma. Why? Apa salah gue sampe lo semua men-judge gue ini tolol?? Karena gue nolak cowok setajir dan sekeren Darma gitu? Heiii.. itu hak gue dong.
Kalo lo semua nanya ke gue “apa sih yang kurang dari Darma?”, dari segi materi, fisik dan sifat emang gak ada yang kurang. Gue akuin doi perfect. Dari segi materi, jangan ditanya deh, tajir melintir! Dari segi fisik, oke, proporsional, tinggi hampir 180cm, bodi juga ideal, pokoknya postur udah cocok banget jadi model, dan mukanya juga salah banget kalo di bilang jelek, raut mukanya enak diliat, gak ada yang cacat sedikitpun, kalo diliat secara keseluruhan, darma itu gak jauh beda sama aktor kawakan dari Cina yang bernama Jet Lee. Mirip. Yap, mirip banget. Dari segi sifat jangan di tanya lagi deh, lembut kacida! Sopan!
Terus apanya dong yang kurang??? Ada satu yang kurang dari doi. Yaitu doi gak sanggup menerobos hati gue! Hahaha. Asiiiikk. Gaya banget dah gue!! Gak tau ya kenapa, bukannya gue sok cantik, apalagi sok jual mahal, gue adalah tipe cewek yang kalo gue suka sama seseorang gue gak bakal bisa nutup-nutupin! Gimana bisa jual mahal sama orang yang gue suka? Ya, gak?
Emang dasar aja yang namanya perasaan gak bisa dipaksain. Gue bener-bener gak ada feel. Gak tau kenapa. Apa karena Darma bukan tipikal cowok gue?? Gue juga gak tau! Tapi kalo ngeliat kebelakang sih ya kayaknya gitu. Soalnya beberapa orang yang pernah gue suka itu tipenya rada jauh dari karakter Darma. Darma itu terlalu rapi menurut gue, haha. Gak fleksibel! Sedangkan gue suka banget sama cowok yang cuek dari segi penampilan. Gak metroseksual. Malah yang sedikit rada berantakan itu terkadang sexy banget menurut gue! Dan gue juga suka yang fleksibel, orangnya asik, gak terlalu kaku kayak Darma. Ya intinya gue suka yang lebih Rock n Roll deh. Huh, beneran udah gokil nih gue. Eh, tapi gue juga gak tau sih gue ini udah gokil atau terlalu idealis! Hahaha. 

Jakarta, 3 April 2012
curcol haha

Doktrin Seni dan Seniwati


Ratusan mahasiswa berkumpul diacara yang berlangsung siang tadi, sebuah acara yang dibuat khusus oleh salah satu sekolah tinggi design yang cukup terkemuka di Jakarta. Melihat karya design yang mereka pamerkan hati saya sedikit iri, atau bahkan ada sedikit rasa sebal. Entah mengapa, rasanya didalam hati muncul rasa dendam. Dendam yang mengatakan “Saya bisa membuat karya yang lebih bagus dari yang dipamerkan saat ini.” Dan tiba-tiba muncul lagi pertanyaan yang disebabkan oleh teriakan dendam itu. Apakah saya bisa? Apakah akan lebih baik dari karya-karya pameran ini?. Tapi seketika pertanyaan itu dapat saya jawab sendiri. Ya, tentu bisa. Kenapa tidak? Saya selalu menganggap bahwa saya ini seniman. Lebih tepatnya seniwati. Dan menurut kacamata saya sebagai seorang seniman, seni itu tidak bisa dibanding-bandingkan. Apakah karya si A lebih baik dari karya si B atau sebaliknya.
Seni bersifat idealis bagi penciptanya, bagi pencetus karya itu sendiri. Sebuah kepuasan akan muncul dari seorang seniman apabila karyanya berhasil ia selesaikan sesuai dengan ide yang memang menjadi dasar lahirnya karya tersebut. Dan bagi seorang seniman yang terpenting adalah karya yang ia hasilkan tidak peduli bagus atau buruk menurut orang lain, tapi bagi diri sendiri. Gila kan? Ya, memang seorang pelaku seni tidak pernah tidak gila! Mereka semua sinting! Tapi justru karena kegilaannya tersebut mereka mendapat pengakuan.
Seni itu luas, inti dari seni adalah keindahan. Lantas kenapa banyak dari para seniman dan seniwati malah terlihat lebih berantakan dari orang ‘normal’ lainnya? Ya karna yang menilai seorang pelaku seni itu ‘berantakan’ adalah individu yang bukan pelaku seni. Bagi si senimannya sendiri, apa yang disebut orang awam ‘berantakan’ adalah seni menurutnya, adalah keindahan!
Wah, sudah terlalu panjang saya bicara soal seni kali ini. Begitu menggebu-gebu. Tapi memang yang namanya seni itu tidak pernah habis untuk dikaji. Baik itu pelakunya atau hasilnya.
Oia, saya belum menjelaskan mengapa saya begitu PD menyebutkan bahwa diri saya ini seorang seniman. Oh, maap, seniwati maksudnya. Saya bisa dengan penuh percaya diri menyebutkan bahwa saya seorang pelaku seni karena saya menghasilkan karya seni secara produktif.  Baik itu berupa gambar, pertunjukan teater, lukisan diatas kanvas, menuangkan pemikiran lewat sajak dan lain-lain. Memang semua orang bisa menghasilkan semua itu, siapa saja bisa. Tapi apakah produktif?
Dan kebanyakan orang mengira bahwa seniman itu adalah pekerjaan. Bukan, itu sangat salah. Seni itu bukan lahan untuk bekerja mencari nilai ekonomi, tapi seni itu lahan untuk memuaskan hasrat berkarya. Seniman itu profesi! Bukan pekerjaan!
Lantas apakah menutup kemungkinan bagi saya untuk mengkomersilkan karya yang saya buat? Tidak sama sekali, sebuah seni patut dihargai apapun bentuknya. Tidak terkecuali secara ekonomi. Jika menurut saya karya yang saya buat ditawar dengan harga yang sesuai, mengapa tidak? Yang jelas penghargaan itu dapat memacu saya untuk terus berkarya dan menghasilkan karya yang lebih baik lagi, yaa.. sebagai seniwati tentunya!

 Willibrordus Surendra Broto Rendra, salah satu seniman luar biasa. Favorit saya.

Jakarta, 31 Maret 2012

Senin, 16 April 2012

Efek Samping Nomor Tujuh


Aku menganga mendengar semua penjelasan-penjelasan cerdas dari pria paruh paruh baya ini. Enang namanya, beliau adalah guru hidup terhebat untukku. Lebih tepatnya salah satu guru terhebat yang pernah aku punya. Pendidikan formal yang ditempuhnya tidaklah tinggi, hanya lulusan SMA. Tapi jangan pernah meremehkan wawasan yang beliau miliki, kawan. Jangan pernah.
Seperti perbincangan-perbincangan sebelumnya, malam ini pun beliau lagi-lagi telah membawaku hanyut kedalamcara pandang yang luar biasa. Bak seorang Ulama beliau memaparkan beberapa tafsir ayat dari Al-Quran.
“Dulu, pada jaman Nabi Daud, luas bidang dada kaum-kaum pada saat itu kira-kira mencapai 30 meter. Manusia pada saat itu tidaklah seukuran seperti kita-kita ini. Mereka raksasa. Bahkan saat mereka hendak mencicipi buah kurma mereka tidak harus memanjat pohon kurma itu, tapi mereka memetik pohon kurma itu seperti kita memetik pohon toge pada saat ini. Dicabut dengan mudah sampai akarnya!”Paparnya padaku dengan penuh keyakinan dan ketegasan yang luar biasa. Aku terdiam mendengan kisahnya, bertanya-tanya apakah itu sebuah kebenaran atau hanya dongeng semata. Alisku mengkerut.
“Lalu kenapa saat ini ukuran manusia menjadi kecil seperti kita? Dan dari mana Mamang tau kalau ukuran manusia pada jaman Nabi Daud sebesar itu?”
“Itulah kehendak Allah, dan tentunya Mamang tau dari tafsir Al-Quran. Ingat, tafsir. Bukan terjemahannya. Karena tafsir dan terjemahan itu berbeda. Al-Quran itu adalah kitab dengan bahasa sastra yang sangat tinggi. Tidak semua orang dapat menafsirkanya dengan mudah. Mamang pun demikian, butuh seseorang ahli untuk menjelaskan tafsir Al-Quran pada Mamang.” Dengan cerdas mamang memaparkan lagi beberapa Ayat Al-Quran padaku dengan bahasa arab beserta artinya, lalu dilanjutkan dengan penafsiran dari ayat tersebut. Aku terkesima. Begitu lancar beliau melafalkan apa yang di ucapkannya.“Dulu saat Nabi Adam diturunkan dibumi, jejak kaki Beliau seluas kota Yerusallem. Besar, sangat besar. Bahkan Nabi akhir jaman Muhammad SAW pun ukuran tubuhnya masih diatas rata-rata manusia pada saat ini. Telapak kakinya saja kira-kira sepanjang 50 centimeter lebih.! Bisa dibayangkan kan seberapa besar tubuh Beliau?” aku ternganga untuk yang kesekian kalinya.
Pembicaraan kami semakin lama semakin panjang. Satu jam kemudian, dua jam kemudian, tiga jam kemudian, bahkan empat jam kemudian kami masih duduk berhadapan dan saling berbincang mengenai ini itu. Baik itu yang besifat kehidupan atau keagamaan. Ya, hidup memang tak pernah lepas dari agama. Tak pernah lepas dari sebuah kepercayaan atau keyakinan. Tapi dari banyaknya pembicaraan yang kami perbincangkan, ada satu hal yang paling aku ingat. Yaitu mengenai Shalat wajib lima waktu.
“Ibarat nilai mata uang, shalat wajib lima waktu adalah angka awal yang tertera pada uang tersebut.Seperti uang kertas lembaran lima puluh ribu rupiah, disana tertera angka 50.000. Ada empat angka ‘nol’ setelah angka ‘lima’ yang merupakan angka awalnya. Uang itu bernilai karena angka-angka ‘nol’ itu diawali oleh satu angka ‘lima’. Bayangkan jika angka lima itu di tiadakan dan hanya tersisa empat angka ‘nol’. Nilai mata uang itupun menjadi tidak ada. Sebanyak apapun angka ‘nol’ yang tertera disana menjadi tidak berarti ketika angka ‘lima’ itu ditiadakan. Ya, shalat wajib lima waktupun demikian. Seperti angka ‘lima’ tersebut. Dan angka ‘nol’ yang mengikuti angka ‘lima’ itu adalah kewajiban-kewajiban lainnya seperti puasa, berbuat baik dan lain-lain. Angka-angka ‘nol’ ini menjadi tidak berarti tanpa angka ‘lima’ yang mengawalinya. Dan menunaikan kewajiban lain seperti berpuasa, berbuat baik dan lain-lainnya menjadi tidak berarti jika kita meniadakan shalat wajib lima waktu. Kewajiban yang satu ini harus benar-benar dijaga, baik itu wudhunya, khusuknya dan waktu menunaikannya. Ibarat tubuh, shalat wajib lima waktu itu kepalanya. Bayangkan bagaimana tubuh tidak memiliki kepala? Tidak akan hidup! Tapi kalau hanya tangan atau kaki yang tidak kita punya kita masih bisa hidup. Hanya saja kita cacat. Tidak sempurna!.” Rasanya seperti ditampar mendengar penjelasan itu, mengingat belakangan ini aku begitu sering meninggalkan kewajiaban shalat lima waktu. Aku gemetar. Gemetar karena takut. Sungguhtakut. Aku takut hidupku tidak bernilai.
Ya Allah, bolehkah aku meminta untuk Kau memutar waktu mudur kebelakang? Aku ingin hari-hari kemarin saat aku meninggalkan kewajibanku dapat terulang. Dan aku dapat memperbaikinya dengan tidak meninggalkan shalatku lagi.
Kawan, inilah efek samping nomor tujuh saat kau berbincang-bincang dengan orang cerdas, yaitu seringkali hadir sebuah ‘penyesalan’ setelah perbincangan itu berakhir. Bukan penyesalan karena telah meluangkan waktu untuk berbincang dengannya, tapi menesal karena menyadari bahwa aku ini ‘BO-DOH’.

Jakarta, 5 Maret 2012