Dua belas purnama berlalu dibalik punggung kebodohan
Menatap masa lalu dengan penuh penyesalan
Begitu terpaku disudut tembok ruang yang hitam
Aku berdarah dicabik jutaan kuku kuku setan yang gentayangan
Jutaan detik sia-sia
Kupandangi cermin usang didepanku
Tanpa cahaya lampu aku masih bisa melihat bayangan abu-abu
Hitam
Dan lalu pergi
Ketidakberadaan cahaya membuatku kelam
Kusulutkan api dari sebatang korek kayu yang kugenggam
Lalu makin jelas robekan luka diwajahku
Terbelalak, berdarah dan busuk
Pantas saja cahaya pun tidak sudi meneranginya
Aku berputar-putar mengelilingi ruangan
Mencari teman yang bisa aku ajak bicara
Aku teriak tanpa suara
Oooh bayang-bayang dimana kamu berada?
Temanku satu-satunya pun tidak ada
Iblis laknat!
Karenamu aku luka
Dimana kamu sekarang?
Mengapa setelah aku menjadi temanmu kau malah pergi??
Begitukah wujud kelicikanmu?
Sekarang aku tidak heran mengapa kau di usir dari surga
Dua belas purnama berlalu dibalik punggung kebodohan
Menciptakan siluet hitam sempurna
Tidak berseni, tidak indah
Bau busuk menyengat hidungku yang berusaha membedakan mana oksigen mana
karbondioksida
Aku sesak terhimpit masa silam kelabu
Jutaan detik sia-sia
Aku terduduk lemas dan meneteskan air mata
Kaki gemetar ketakutan
Aku mulai komat-kamit menyebut nama-Nya
Lalu tiba-tiba muncul sebercak cahaya kecil bagai kunang-kunang
Silau ditengah kegelapan
Inikah simbol hidayah-Nya?
Aku celingukan memantau sekitar
ruangan
Ini kesempatan untuk aku berpaling dari iblis-iblis brengsek penguasa
nafsu-nafsu fana
Dua belas purnama berlalu dibalik punggung kebodohan
Jutaan detik sia-sia
Aku bukan udang
Tidak akan pernah aku ulang
Jakarta, 20 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar