Selasa, 17 April 2012

Doktrin Seni dan Seniwati


Ratusan mahasiswa berkumpul diacara yang berlangsung siang tadi, sebuah acara yang dibuat khusus oleh salah satu sekolah tinggi design yang cukup terkemuka di Jakarta. Melihat karya design yang mereka pamerkan hati saya sedikit iri, atau bahkan ada sedikit rasa sebal. Entah mengapa, rasanya didalam hati muncul rasa dendam. Dendam yang mengatakan “Saya bisa membuat karya yang lebih bagus dari yang dipamerkan saat ini.” Dan tiba-tiba muncul lagi pertanyaan yang disebabkan oleh teriakan dendam itu. Apakah saya bisa? Apakah akan lebih baik dari karya-karya pameran ini?. Tapi seketika pertanyaan itu dapat saya jawab sendiri. Ya, tentu bisa. Kenapa tidak? Saya selalu menganggap bahwa saya ini seniman. Lebih tepatnya seniwati. Dan menurut kacamata saya sebagai seorang seniman, seni itu tidak bisa dibanding-bandingkan. Apakah karya si A lebih baik dari karya si B atau sebaliknya.
Seni bersifat idealis bagi penciptanya, bagi pencetus karya itu sendiri. Sebuah kepuasan akan muncul dari seorang seniman apabila karyanya berhasil ia selesaikan sesuai dengan ide yang memang menjadi dasar lahirnya karya tersebut. Dan bagi seorang seniman yang terpenting adalah karya yang ia hasilkan tidak peduli bagus atau buruk menurut orang lain, tapi bagi diri sendiri. Gila kan? Ya, memang seorang pelaku seni tidak pernah tidak gila! Mereka semua sinting! Tapi justru karena kegilaannya tersebut mereka mendapat pengakuan.
Seni itu luas, inti dari seni adalah keindahan. Lantas kenapa banyak dari para seniman dan seniwati malah terlihat lebih berantakan dari orang ‘normal’ lainnya? Ya karna yang menilai seorang pelaku seni itu ‘berantakan’ adalah individu yang bukan pelaku seni. Bagi si senimannya sendiri, apa yang disebut orang awam ‘berantakan’ adalah seni menurutnya, adalah keindahan!
Wah, sudah terlalu panjang saya bicara soal seni kali ini. Begitu menggebu-gebu. Tapi memang yang namanya seni itu tidak pernah habis untuk dikaji. Baik itu pelakunya atau hasilnya.
Oia, saya belum menjelaskan mengapa saya begitu PD menyebutkan bahwa diri saya ini seorang seniman. Oh, maap, seniwati maksudnya. Saya bisa dengan penuh percaya diri menyebutkan bahwa saya seorang pelaku seni karena saya menghasilkan karya seni secara produktif.  Baik itu berupa gambar, pertunjukan teater, lukisan diatas kanvas, menuangkan pemikiran lewat sajak dan lain-lain. Memang semua orang bisa menghasilkan semua itu, siapa saja bisa. Tapi apakah produktif?
Dan kebanyakan orang mengira bahwa seniman itu adalah pekerjaan. Bukan, itu sangat salah. Seni itu bukan lahan untuk bekerja mencari nilai ekonomi, tapi seni itu lahan untuk memuaskan hasrat berkarya. Seniman itu profesi! Bukan pekerjaan!
Lantas apakah menutup kemungkinan bagi saya untuk mengkomersilkan karya yang saya buat? Tidak sama sekali, sebuah seni patut dihargai apapun bentuknya. Tidak terkecuali secara ekonomi. Jika menurut saya karya yang saya buat ditawar dengan harga yang sesuai, mengapa tidak? Yang jelas penghargaan itu dapat memacu saya untuk terus berkarya dan menghasilkan karya yang lebih baik lagi, yaa.. sebagai seniwati tentunya!

 Willibrordus Surendra Broto Rendra, salah satu seniman luar biasa. Favorit saya.

Jakarta, 31 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar