Gue sadar, ternyata gue ini pecundang. Dari apa yang sebelumnya
gue banggain ternyata itu semua salah. Gue pikir gue punya nilai plus yang
seenggaknya bikin gue merasa bangga menjadi seorang Ita. Ya, jadi seorang yang
bernama ITA JUWITA. Gue mencintai diri gue secara karakterdan sifat, gue suka
menjadi Ita, bukan Nirina Zubir, Dian Sastro, atau Angelina Jolie sekalipun.
Tapi sekarang, gue dikhianati sama diri gue sendiri. “Lo tuh penghianat, Ta!!”
kalimat itu yangselalu keluar dari mulut dan hati gue ketika gue bercermin.
Gimana nggak? Rasa bangga gue seketika jatoh gitu aja manakala menyadari bahwa
semua yang gue banggain dari diri gue adalah sesuatu yang kosong. Ya,
KOSONG.Kenapa gue menyimpulkan hal itu sedemikian rupa? Yap, Sekali lagi, gue
baru sadar. Gue baru sadar kalo yang bangga akan diri gue ini ya hanya gue, gak
pernah ada yang mandang gue sebagai sisi yang gue banggain. Semua orang (bahkan
yang terdekat sekalipun) hanya memberi nilai akan sifat gue yang katanya
dibilang supel dan asik. Bahkan banyak yang iri sama gue karena kesupelan dan
keluwesan gue dalam bersosialisasi. Lalu kenapa gue sekarang merasa diri gue
ini pecundang? Begini, kesadaran gue bahwa gue ini pecundang tidaklah datang
begitu saja. Ada alasan, ada alibi dan ada bukti.
Contohnya adalah potongan kecil cerita hidup gue yang nggak
menarik sedikitpun. Dimana dalam hubungan asmara dan sejenisnya gue sering kali
menjadi pelampiasan bagi para laki-laki yang sudah memiliki ikatan dengan
wanita lain. Beberapa laki-laki yang sudah punya pacar atau bahkan punya
tunangan ini tiba-tiba hadir di depan muka gue dan berakting layaknya sudah
kenal deket sama gue. Kalo kata bahasa gaulnya SKSD alias Sok Kenal Sok Deket.
Dan alasan mereka ber-SKSD ria sama gue adalah gak lain gak bukan yaitu karena
mereka sedang jenuh dengan wanitanya masing-masing. Lalu alasan ini membuat gue
selalu memberi pertanyaan sama pada setiap laki-laki ini, “Trus kenapa larinya
ke gue? Jelas-jelas gue begini (dalam arti, jauh dari karakter kebanyakan
seorang wanita yang lebih umum menjadi tipikal pasangan yang di idam-idamkan
oleh setiap laki-laki), cewek lo jauh lebih cantik, lebih feminim, lebih
lembut, lebih bla bla bla dan bla bla bla.” Dan mereka selalu menjawab dengan
jawaban yang kurang lebih sama, seperti : “Lo beda, Ta.. gak tau, ada yang
menarik aja dari lo.” Atau “Lo tuh asik Ta, beda sama cewek laen. Lo emang gak
cantik, tapi menarik.” Wow, kompak sekali mereka menjawab, kayak janjian. Haha
But at list, dari beberapa cowok berpasangan ini akhirnya gue
kemakan juga sama omongan salah satu atau salah dua dari mereka-mereka ini. Ada
yang gue terima setelah gue nyuruh dia putusin ceweknya dulu, dan ada juga yang
gue nekat maen api padahal jelas-jelas si cowok belum putus sama ceweknya.
Kasarnya,gue jadi selingkuhan si cowok. Dan saat itu gue ngerasa bangga akan
semuanya, karena gue asik dan supel mereka cepet nyaman sama gue, nyambung, dan
lain-lain.Dan menyimpulakan, bahwa orang seperti gue ini mudah untuk
mendapatkan orang yang gue cinta, bahkan yang sudah berpasanganpun mudah untuk
gue rebut. Ternyata gue salah, salah banget. Untuk hubungan yang sedang dilanda
kejenuhan, hadirnya orang yang asik, bersahabat, welcome dan supel adalah
pencerahan banget. Mereka itu sebenarnya hanya butuh kenyamanan yang mungkin
sudah jarang tercipta dengan pasangannya akibat kejenuhan tersebut. Dan ketika
kejenuhan mereka sudah terobati, kembalilah gue ditinggal gitu aja. Mereka
balik lagi kepada wanitanya, dan gue gak bisa nuntut apa-apa. Karena mereka
gampang dan dengan mudahnya membalikan ucapan. Yang awalnya bersikeras kalo gue
ini asik banget, beda sama cewek-cewek lain. Dan pada akhirnya mereka bilang,
“lo tuh terlalu asik, Ta. Terlalu bebas. Gue suka banget sama lo, tapi untuk
kedepannya gue gak yakin. Bukan yang kayak lo yang gue cari”. Lalu gue cuma
bisa teriak dalam hati “FUUUUUCCK”dan mengutuk diri sendiri.
Waw, ternyata orang yang asik dan supel umumnya lebih sering
dijadikan tempat berteduh saat hujan lebat, bukan dijadikan rumah singgah yang
dihias hordeng-hordeng indah serta beberapa vas bunga yang tertata rapi. Bukan tempat
yang tepat untuk menaruh benda berharga seperti cinta. Ya, cinta. Benda abstrak
yang berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar