Sabtu, 04 Februari 2012

Argumen Untuk Diri Sendiri


Gue sadar, ternyata gue ini pecundang. Dari apa yang sebelumnya gue banggain ternyata itu semua salah. Gue pikir gue punya nilai plus yang seenggaknya bikin gue merasa bangga menjadi seorang Ita. Ya, jadi seorang yang bernama ITA JUWITA. Gue mencintai diri gue secara karakterdan sifat, gue suka menjadi Ita, bukan Nirina Zubir, Dian Sastro, atau Angelina Jolie sekalipun. Tapi sekarang, gue dikhianati sama diri gue sendiri. “Lo tuh penghianat, Ta!!” kalimat itu yangselalu keluar dari mulut dan hati gue ketika gue bercermin. Gimana nggak? Rasa bangga gue seketika jatoh gitu aja manakala menyadari bahwa semua yang gue banggain dari diri gue adalah sesuatu yang kosong. Ya, KOSONG.Kenapa gue menyimpulkan hal itu sedemikian rupa? Yap, Sekali lagi, gue baru sadar. Gue baru sadar kalo yang bangga akan diri gue ini ya hanya gue, gak pernah ada yang mandang gue sebagai sisi yang gue banggain. Semua orang (bahkan yang terdekat sekalipun) hanya memberi nilai akan sifat gue yang katanya dibilang supel dan asik. Bahkan banyak yang iri sama gue karena kesupelan dan keluwesan gue dalam bersosialisasi. Lalu kenapa gue sekarang merasa diri gue ini pecundang? Begini, kesadaran gue bahwa gue ini pecundang tidaklah datang begitu saja. Ada alasan, ada alibi dan ada bukti.
Contohnya adalah potongan kecil cerita hidup gue yang nggak menarik sedikitpun. Dimana dalam hubungan asmara dan sejenisnya gue sering kali menjadi pelampiasan bagi para laki-laki yang sudah memiliki ikatan dengan wanita lain. Beberapa laki-laki yang sudah punya pacar atau bahkan punya tunangan ini tiba-tiba hadir di depan muka gue dan berakting layaknya sudah kenal deket sama gue. Kalo kata bahasa gaulnya SKSD alias Sok Kenal Sok Deket. Dan alasan mereka ber-SKSD ria sama gue adalah gak lain gak bukan yaitu karena mereka sedang jenuh dengan wanitanya masing-masing. Lalu alasan ini membuat gue selalu memberi pertanyaan sama pada setiap laki-laki ini, “Trus kenapa larinya ke gue? Jelas-jelas gue begini (dalam arti, jauh dari karakter kebanyakan seorang wanita yang lebih umum menjadi tipikal pasangan yang di idam-idamkan oleh setiap laki-laki), cewek lo jauh lebih cantik, lebih feminim, lebih lembut, lebih bla bla bla dan bla bla bla.” Dan mereka selalu menjawab dengan jawaban yang kurang lebih sama, seperti : “Lo beda, Ta.. gak tau, ada yang menarik aja dari lo.” Atau “Lo tuh asik Ta, beda sama cewek laen. Lo emang gak cantik, tapi menarik.” Wow, kompak sekali mereka menjawab, kayak janjian. Haha
But at list, dari beberapa cowok berpasangan ini akhirnya gue kemakan juga sama omongan salah satu atau salah dua dari mereka-mereka ini. Ada yang gue terima setelah gue nyuruh dia putusin ceweknya dulu, dan ada juga yang gue nekat maen api padahal jelas-jelas si cowok belum putus sama ceweknya. Kasarnya,gue jadi selingkuhan si cowok. Dan saat itu gue ngerasa bangga akan semuanya, karena gue asik dan supel mereka cepet nyaman sama gue, nyambung, dan lain-lain.Dan menyimpulakan, bahwa orang seperti gue ini mudah untuk mendapatkan orang yang gue cinta, bahkan yang sudah berpasanganpun mudah untuk gue rebut. Ternyata gue salah, salah banget. Untuk hubungan yang sedang dilanda kejenuhan, hadirnya orang yang asik, bersahabat, welcome dan supel adalah pencerahan banget. Mereka itu sebenarnya hanya butuh kenyamanan yang mungkin sudah jarang tercipta dengan pasangannya akibat kejenuhan tersebut. Dan ketika kejenuhan mereka sudah terobati, kembalilah gue ditinggal gitu aja. Mereka balik lagi kepada wanitanya, dan gue gak bisa nuntut apa-apa. Karena mereka gampang dan dengan mudahnya membalikan ucapan. Yang awalnya bersikeras kalo gue ini asik banget, beda sama cewek-cewek lain. Dan pada akhirnya mereka bilang, “lo tuh terlalu asik, Ta. Terlalu bebas. Gue suka banget sama lo, tapi untuk kedepannya gue gak yakin. Bukan yang kayak lo yang gue cari”. Lalu gue cuma bisa teriak dalam hati “FUUUUUCCK”dan mengutuk diri sendiri.
Waw, ternyata orang yang asik dan supel umumnya lebih sering dijadikan tempat berteduh saat hujan lebat, bukan dijadikan rumah singgah yang dihias hordeng-hordeng indah serta beberapa vas bunga yang tertata rapi. Bukan tempat yang tepat untuk menaruh benda berharga seperti cinta. Ya, cinta. Benda abstrak yang berharga.
Astaga, sekarang apa yang bisa gue banggain dari lo, Ta?? Apa?? Lo gak lebih dari sekedar pecundang. Apa gue harus merubah karakter yang sudah melekat kuat pada jati diri gue ini agar sedikit lebih dihargai?? Berengsek lo.! Kebodohan lo menghianati gue, Ta!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar