Awan
hitam menggantung di langit. Angin bertiup cukup kencang, pohon-pohon jati
bergoyang-goyang, hujan nampaknya sudah tak sabaran lagi akan segera turun.
Anwar yang sudah bersiap-siap akan pulang, sesaat jadi ragu-ragu. Ia juga
merasa tidak membawa jas hujan. Tapi bukankah bulan ini masih masuk musim
kemarau? Sehingga ia tidak menyangka kalau tiba-tiba saja akan turun hujan.
Sebab hari-hari terakhir udara kota ini panasnya sangat menyengat. Di luar dan
di dalam rumah sama saja, panas, katanya dalam hati sambil mengeluarkan motor
bebeknya yang masih terhitung baru.
Sebenarnya
dalam hati Anwar merasa jengkel juga. Sebab hari ini kantornya pulang agak
awal. Semua karyawan, termasuk dirinya merasa senang karena dapat pulang lebih
awal. Hanya saja nampaknya hujan turun terasa sebagai penghalang. Sementara
rintik-rintik gerimis mulai menyapa bumi, ia jadi tergesa-gesa untuk pulang.
Setelah
membunyikan motornya, ia langsung meluncur ke jalan raya. Seorang temannya yang
memanggil setengah berteriak karena ingin membonceng, tidak dihiraukannya.
Kendaraannya pun semakin melaju dengan kencang. Menyalip kesana kemari di
antara kendaraan lain yang nampaknya juga melaju cepat tergesa-gesa. Anwar
ingin segera sampai di rumah sebelum hujan benar-benar turun. Tetapi ketika sampai
setengah perjalanan, gerimis semakin deras turun.
Gas
kendaraan semakin ditekan untuk menambah laju kendaraan. Gerimis telah berubah
menjadi hujan yang deras dan Anwar memacu kendaraannya semakin kencang dan
seakan melayang di atas aspal jalanan. Padahal pandanganya agak kabur karena
kaca helmnya memburam diterpa air hujan.
Ketika
sampai di persimpangan jalan yang menuju ke rumahnya, tiba-tiba ada seorang
wanita muda yang melintas, menyeberang jalan dengan cepat. Anwar yang
pandangannya ke depan agak kabur, hanya samar-samar saja melihat orang melintas
di depannya. Namun ia terlambat untuk merem laju kendaraannya. Dan tanpa ampun
lagu, wanita yang sedang menyeberang itu ditabraknya. Anwar terjatuh, sedangkan
wanita itu terlempar sampai di sisi trotoar dan tergeletak. Nampak ada darah
mengalir bersama air hujan yang menggenang.
Masih
dengan yang tertutup, Anwar segera bangkit mendirikan kendaraan sambil berusaha
membunyikan mesinnya. Lalu secepat kilat melaju dengan kencang meninggalkan
tempat kejadian itu. Orang-orang yang melihat kejadian itu berusaha
mengejarnya, tapi motor Anwar melaju lebih cepat.
Anwar
berpikir bila tertangkap, bisa saja dipukuli warga di sekitar itu dan juga
urusannya semakin rumit dan panjang. Apalagi bila wanita itu meninggal dunia,
wahhh…, pasti urusannya sampai di sel tahanan polisi untuk
mempertanggungjawabkannya. Tepat, kalau aku melarikan diri saja, kata Anwar
dalam hatinya.
Tetapi
di sisi lain ada pemberontak di dalam hatinya dan mengutuknya sebagai lelaki
pengecut. “Seharusnya kau tidak tinggalkan tempat kejadian itu, Anwar”, begitu
suara dari dalam hatinya. “Seharusnya kau justru memberikan pertolongan,
seharusnya kau merasa kasihan pada wanita muda yang telah kau tabrak tadi,
seharusnya kau berusaha untuk segera membawanya ke rumah sakit agar jiwanya
cepat tertolong dan terselamatkan”, begitu gemuruh suara di dalam hatinya.
Seperti gemuruh suara hujan yang ditingkahi hembusan angin kencang.
Baju
dan badan Anwar basah kuyup. Udara yang lembab menggigilkan tubuhnya yang dinginnya
menembus tulangnya. Aneh, di dadanya tetap bergemuruh suara-suara yang mengejar
dan menyalahkannya. “Kau pengecut, War”, suara hatinya kembali meletup-letup.
“Kau telah jadi seorang penabrak lari yang kejam dan tidak berperikemanusiaan”.
Anwar berusaha melawan kata hatinya. “Tidak! Aku pun harus selamat. Jika aku
lama berada di situ dan berusaha menolongnya, pasti aku dikeroyok orang-orang
itu, ditangkap polisi, diajukan ke pengadilan dan dihukum. Tidak! Aku juga
harus selamat”, katanya setengah menjerit. Tapi gemuruh hujan dan sesekali
suara petir menenggelamkan suaranya.
Setelah
lelah melarikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, ia memperlambat lajunya.
Saat ia menoleh ke belakang, suasana lalu lintas sudah sepi. Ia merasakan sudah
tidak ada lagi yang membuntutinya. Waktu tadi lari dari tempat kejadian, ia
sudah berusaha mengelabuhi para pengejarnya dengan melewati lorong-lorong
kecil, sehingga para pengejarnya pasti akan kehilangan jejak.
Pikiran
Anwar semakin bingung, meski pun ia sudah sekuat tenaga melupakan kejadian
tadi. Bukankah sudah tidak ada yang mengejarnya ? Nomor kendaraan pun juga
terlindung oleh kotoran karena jalanan yang berlumpur. Paling tidak itulah
perkiraan Anwar. Dirinya sudah merasa aman, meskipun rasa was-was masih terus
bergelayut di hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar