Senin, 18 Februari 2013

Potret


Awan hitam menggantung di langit. Angin bertiup cukup kencang, pohon-pohon jati bergoyang-goyang, hujan nampaknya sudah tak sabaran lagi akan segera turun. Anwar yang sudah bersiap-siap akan pulang, sesaat jadi ragu-ragu. Ia juga merasa tidak membawa jas hujan. Tapi bukankah bulan ini masih masuk musim kemarau? Sehingga ia tidak menyangka kalau tiba-tiba saja akan turun hujan. Sebab hari-hari terakhir udara kota ini panasnya sangat menyengat. Di luar dan di dalam rumah sama saja, panas, katanya dalam hati sambil mengeluarkan motor bebeknya yang masih terhitung baru.
Sebenarnya dalam hati Anwar merasa jengkel juga. Sebab hari ini kantornya pulang agak awal. Semua karyawan, termasuk dirinya merasa senang karena dapat pulang lebih awal. Hanya saja nampaknya hujan turun terasa sebagai penghalang. Sementara rintik-rintik gerimis mulai menyapa bumi, ia jadi tergesa-gesa untuk pulang.
Setelah membunyikan motornya, ia langsung meluncur ke jalan raya. Seorang temannya yang memanggil setengah berteriak karena ingin membonceng, tidak dihiraukannya. Kendaraannya pun semakin melaju dengan kencang. Menyalip kesana kemari di antara kendaraan lain yang nampaknya juga melaju cepat tergesa-gesa. Anwar ingin segera sampai di rumah sebelum hujan benar-benar turun. Tetapi ketika sampai setengah perjalanan, gerimis semakin deras turun.
Gas kendaraan semakin ditekan untuk menambah laju kendaraan. Gerimis telah berubah menjadi hujan yang deras dan Anwar memacu kendaraannya semakin kencang dan seakan melayang di atas aspal jalanan. Padahal pandanganya agak kabur karena kaca helmnya memburam diterpa air hujan.
Ketika sampai di persimpangan jalan yang menuju ke rumahnya, tiba-tiba ada seorang wanita muda yang melintas, menyeberang jalan dengan cepat. Anwar yang pandangannya ke depan agak kabur, hanya samar-samar saja melihat orang melintas di depannya. Namun ia terlambat untuk merem laju kendaraannya. Dan tanpa ampun lagu, wanita yang sedang menyeberang itu ditabraknya. Anwar terjatuh, sedangkan wanita itu terlempar sampai di sisi trotoar dan tergeletak. Nampak ada darah mengalir bersama air hujan yang menggenang.
Masih dengan yang tertutup, Anwar segera bangkit mendirikan kendaraan sambil berusaha membunyikan mesinnya. Lalu secepat kilat melaju dengan kencang meninggalkan tempat kejadian itu. Orang-orang yang melihat kejadian itu berusaha mengejarnya, tapi motor Anwar melaju lebih cepat.
Anwar berpikir bila tertangkap, bisa saja dipukuli warga di sekitar itu dan juga urusannya semakin rumit dan panjang. Apalagi bila wanita itu meninggal dunia, wahhh…, pasti urusannya sampai di sel tahanan polisi untuk mempertanggungjawabkannya. Tepat, kalau aku melarikan diri saja, kata Anwar dalam hatinya.
Tetapi di sisi lain ada pemberontak di dalam hatinya dan mengutuknya sebagai lelaki pengecut. “Seharusnya kau tidak tinggalkan tempat kejadian itu, Anwar”, begitu suara dari dalam hatinya. “Seharusnya kau justru memberikan pertolongan, seharusnya kau merasa kasihan pada wanita muda yang telah kau tabrak tadi, seharusnya kau berusaha untuk segera membawanya ke rumah sakit agar jiwanya cepat tertolong dan terselamatkan”, begitu gemuruh suara di dalam hatinya. Seperti gemuruh suara hujan yang ditingkahi hembusan angin kencang.
Baju dan badan Anwar basah kuyup. Udara yang lembab menggigilkan tubuhnya yang dinginnya menembus tulangnya. Aneh, di dadanya tetap bergemuruh suara-suara yang mengejar dan menyalahkannya. “Kau pengecut, War”, suara hatinya kembali meletup-letup. “Kau telah jadi seorang penabrak lari yang kejam dan tidak berperikemanusiaan”. Anwar berusaha melawan kata hatinya. “Tidak! Aku pun harus selamat. Jika aku lama berada di situ dan berusaha menolongnya, pasti aku dikeroyok orang-orang itu, ditangkap polisi, diajukan ke pengadilan dan dihukum. Tidak! Aku juga harus selamat”, katanya setengah menjerit. Tapi gemuruh hujan dan sesekali suara petir menenggelamkan suaranya.
Setelah lelah melarikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, ia memperlambat lajunya. Saat ia menoleh ke belakang, suasana lalu lintas sudah sepi. Ia merasakan sudah tidak ada lagi yang membuntutinya. Waktu tadi lari dari tempat kejadian, ia sudah berusaha mengelabuhi para pengejarnya dengan melewati lorong-lorong kecil, sehingga para pengejarnya pasti akan kehilangan jejak.
Pikiran Anwar semakin bingung, meski pun ia sudah sekuat tenaga melupakan kejadian tadi. Bukankah sudah tidak ada yang mengejarnya ? Nomor kendaraan pun juga terlindung oleh kotoran karena jalanan yang berlumpur. Paling tidak itulah perkiraan Anwar. Dirinya sudah merasa aman, meskipun rasa was-was masih terus bergelayut di hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar