"Ta, mana postingan tentang kenegaraanmya? 'Sang Eksekutor' sibuk sama urusan pribadi mulu nih kayaknya."
Haha lucu juga denger salah seorang temen nanya begitu. Sepertinya beberapa orang menganggap gue adalah sesosok anak muda yang gemar mengkritik atau memberi komen atas kegiatan kenegaraan Repulik Indonesia tercinta ini deh, lebih spesifiknya adalah hal yang terkait masalah politik. Why? gue kan bukan pengamat politik kali, aktifis aja bukan. Gue cuma kerap kali menyampaikan pendapat atau aspirasi gue mengenai negara lewat beberapa kesempatan dan media. Ya salah satunya lewat blog gue ini.
Oke, gue sebelumnya pernah juga punya blog yang bener-bener berisi tentang argument-argument dari gue untuk pemerintahan RI. Nama blognya 'Sang Eksekutor', tapi blog itu udah lama banget gak gue buka, sampe akhirnya gue lupa sama passwordnya pas pengen mulai memposting lagi. Alhasil gue harus mengucapkan 'dadah bye-bye' sama 'Sang Eksekutor'.
Setelah merasa kangen dengan kegiatan posting memposting akhirnya gue membuat lagi blog baru yang sekarang email dan passwordnya gue tulis di binder kuliah gue. *biar ada pengingat kalo sewaktu-waktu lupa lagi hehe. Dan inilah blognya... Juwita Malam... hehe. Kayak yang gue tulis di postingan sebelumnya (Revolusi Nama), nama Juwita Malam adalah nama baru setelah sebelumnya gue menamakan blog gue ini dengan nama 'Sang Eksekutor'. Ya, niatnya sih emang mau meneruskan blog gue yang sebelumnya dengan nama yang sama. Tapi akhirnya gue mengubah namanya setelah di komen oleh beberapa orang yang merasa kalo nama 'Sang Eksekutor' terlalu mengerikan buat gue. haha.
Balik lagi ke topik awal yang menanyakan 'mana postingan kenegaraannya Ta?'. Oke, gue akuin sih emang sekarang gue lebih banyak mengisi blog gue dengan curhatan peribadi, ya lebih dari setengah isi blog ini emang gak jauh-jauh dari masalah pribadi gue. haha. Gak penting sumpah. Gak tau kenapa ya, sebenernya gue juga gak niat untuk menjadikan blog ini tempat sampah dari isi hati gue. Tapi ujug-ujug yang gue tulis ya begitu ya mau gimana lagi? haha. Dan anehnya, banyak komentar yang mengatakan 'mana nih the real itanya'? melow mulu...' ciyus? miapa? realnya itu gimana sih? gue aja gak tau. Hahaha.
Gue tau koq yang kalian maksud itu adalah gue dengan pemikiran liar gue akan negara. Tapi itu ya bukan the realnya Ita juga. Cuma iseng sih sebenernya. Iseng karena gue ngerasa gak punya tempat beraspirasi selain blog sendiri. hahaha.
Jadi, gue gak pernah merasa bahwa gue adalah seseorang yang segitu diplomatisnya ngomongin negara. Is't the real me. Tapi oke lah, kali ini gue mau mengkaitkan atau menyangkutkan sedikit tentang politik lagi. Yang lagi HOT nih, mengenai Pesta pemilihan Gubernur Jawa Barat.
Check This!
............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................LOADING FAILED................................................................
Oh, Maap Pak, Bu, Otak saya gagal merangkumnya.. :D
*apa sih Taaaa? Hahahaha
Hidup adalah kata. Hidup adalah waktu. Hidup adalah bahasa. Hidup adalah kehidupan. Hidup.... adalah deru nafas kerja yang menghasilkan sebuah 'MASTERPIECE'
Minggu, 24 Februari 2013
Losing My Religion
Oh
life, it's bigger
It's bigger than you
And you are not me
The lengths that I will go to
The distance in your eyes
Oh no, I've said too much
I've said enough
That's me in the corner
That's me in the spotlight
Losing my religion
Trying to keep up with you
And I don't know if I can do it
Oh no, I've said too much
I haven't said enough
I thought that I heard you laughing
I thought that I heard you sing
I think I thought I saw you try
Every whisper
Of every waking hour
I'm choosing my confessions
Trying to keep an eye on you
Like a hurt, lost and blinded fool, fool
Oh no, I've said too much
I've said enough
Consider this
Consider this, the hint of the century
Consider this, the slip
That brought me to my knees, failed
What if all these fantasies come
Flailing around
Now I've said too much
I thought that I heard you laughing
I thought that I heard you sing
I think I thought I saw you try
But that was just a dream
That was just a dream
That's me in the corner
That's me in the spotlight
Losing my religion
Trying to keep up with you
And I don't know if I can do it
Oh no, I've said too much
I haven't said enough
I thought that I heard you laughing
I thought that I heard you sing
I think I thought I saw you try
But that was just a dream
Try, cry, why try
That was just a dream
Just a dream
Just a dream, dream
And you are not me
The lengths that I will go to
The distance in your eyes
Oh no, I've said too much
I've said enough
That's me in the corner
That's me in the spotlight
Losing my religion
Trying to keep up with you
And I don't know if I can do it
Oh no, I've said too much
I haven't said enough
I thought that I heard you laughing
I thought that I heard you sing
I think I thought I saw you try
Every whisper
Of every waking hour
I'm choosing my confessions
Trying to keep an eye on you
Like a hurt, lost and blinded fool, fool
Oh no, I've said too much
I've said enough
Consider this
Consider this, the hint of the century
Consider this, the slip
That brought me to my knees, failed
What if all these fantasies come
Flailing around
Now I've said too much
I thought that I heard you laughing
I thought that I heard you sing
I think I thought I saw you try
But that was just a dream
That was just a dream
That's me in the corner
That's me in the spotlight
Losing my religion
Trying to keep up with you
And I don't know if I can do it
Oh no, I've said too much
I haven't said enough
I thought that I heard you laughing
I thought that I heard you sing
I think I thought I saw you try
But that was just a dream
Try, cry, why try
That was just a dream
Just a dream
Just a dream, dream
* see??? Akhirnya gue mampu mengingat lagi lirik lagu ini setelah bertahun-tahun yang lalu lagu ini tenggelam di bawah alam sadar gue. Thanks To ISA RAJA. You Remember me about R.E.M. Yeah, Losing My Religion.. hmmm? :D
Senin, 18 Februari 2013
Siapa Jodoh untuk Gadis Manis Bernama Ita? haha.
“Wah, Ita kakaknya udah pada nikah ya? Kapan
nyusul? Cepet-cepet dong... perasaan gak pernah liat calonnya...”. Huh. Nyusul
apaan? emang gue ketinggalan rombongan pake perlu nyusul-nyusul gitu? Ya, oke.
Sekalipun emang gue ketinggalan rombongan, gue juga belum bisa nyusul dengan
cepat, soalnya gue cuma naek becak-nya Mang Kosim. *Padahal Mang Kosim calo
tanah.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu serta sodara-sodari yang
saya cintai, please deh ngerti, saya,
yang bernama lengkap Ita Juwita yang cantik sekali, manis bagai gulali, lucu
ibarat burung kenari dan harum seperti daun kemangi ini masih sangat belia
untuk bicara soal ‘ni-kah’.
Iya iya, gue tau itu mungkin sekedar guyon, tapi
tetep aja gue risih dan sering kali nelen ludah setiap ngedengernya. Emang sih,
kakak-kakak (cewek) gue nikah di usia yang muda, rata-rata umur 22-23 udah pada
melepas masa lajang. Tapi kan ini bicara soal ITA JUWITA, soal gue sebagai
pribadi yang belum siap nikah muda karena masih banyak hal yang pengen banget
gue lakukan selama masih lajang ini. Lagi pula umur gue masih 21 kaliiiii...
inget itu! 21! Ya... lima tahun lagi lah.. Insyallah. Amin. Hehe.
Terlepas dari belum berkeinginannya gue untuk
nikah muda, emang gak ada salahnya sih gue punya ‘calon’ yang akan mengucapakan
Ijab Kobul di lima tahun yang akan datang itu. Dengan itu, mungkin keadaan akan
lebih tenang dan tentram karena Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian tidak perlu
lagi mengkhawatirkan ‘adakah Jodoh buat Ita???’ hahaha. Ada kok ada, Sloooowww..
Menentukan pilihan gak segampang yang dikira loh,
butuh pertimbangan matang. Belum lagi kalo pilihan yang ada tidak sesuai dengan
hati nurani gue, gimana bisa miliiiiih? Itu bakal ngebingungin.
Sama halnya kayak kebingungan gue waktu pemilukada
Gubernur DKI Jakarta 11 Juli 2012 lalu. Gak ada yang bener-bener jadi pilihan
gue, mau yang mukanya kumis semua kek, yang mukanya kotak-kotak atau yang
mukanya batik-batik, semua kurang ‘sreg’ di hati gue. Tapi karena udah deadline ‘harus milih’ saat itu juga, ya
mau gak mau gue harus pilih salah satu. Rasanya tuh bener-bener kayak gambling.
Sebernya sih ada yang gue pengen pilih, tapi dia
yang gak mau dipilih dan gak mau nyalonin.
Bertepuk sebelah tangan deh gue. Hahaha. Elo
curhat ya Ta? Ironi.
Itulah hal yang gue takutin dalam kehidupan
percintaan gue, gue gak mau ada deadline
‘harus memilih’ diwaktu-waktu tertentu. Take
it easy aja. Slow but sure. Ya
emang sih gue punya target, yaitu lima tahun yang akan datang itu. Tapi kalo
nyatanya gak sesuai target, ya santai aja. Itu namanya udah suratan. *asik.
Memilih itu tidak semudah kedengarannya. Pilihan
yang diambil itu harus sesuai dengan hati nurani. Dalam masalah pencarian
pasangan hidup, pilihan selalu bertautan dengan kriteria-kriteria tertentu yang
harus dimiliki ‘calon’ pasangan yang dimaksud.
Kalo sudah menemukan kriteria-kriteria yang sesuai dengan apa yang kita inginkan
didalam diri seseorang, bisa jadi orang itulah yang akan ditunjuk untuk menjadi
‘calon’nya. Betul? Betul lah...
Ngomong-ngomong masalah kriteria, gue juga punya
loh beberapa kriteria calon pasangan yang gue idam-idamkan. Haha (jijik gak sih
bacanya? Gue jijik nulisnya). Menurut gue penilaian itu dibagi menjadi dua,
yaitu berdasarkan kriteria fisik dan pembawaan diri (sifat, sikap, pemikiran).
Oke, gue bakal bahas masalah fisik dulu. Hmm,
ngomongin soal fisik, jangan pada berdusta deh untuk bilang “gue sih yang
penting baik, gak peduli penampilan” haha, muna banget. Buat gue kata-kata itu
malah nunjukin banget kalo yang ngomong itu emang diem-diem serius setengah
mati nyari pasangan yang super ganteng atau cantik. Sekarang siapa sih yang gak
suka sama ‘hal indah’ didepan matanya? Gue rasa nggak ada. Jadi gue yakin
banget lo semua bakal setuju kalo gue bilang mayoritas manusia di bumi ini
mempunyai keinginan untuk mendapatkan pasangan yang good looking. Sama hal-nya kayak gue.
But ‘good
looking’ gak melulu bicara soal
ganteng atau manis loh. Pernah ngerasain kan dimana saat lo ngeliat orang yang
ganteng atau cantik tapi lo gak tertarik sama sekali? pendek kata, lo gak betah
berlama-lama memandangnya. Karena setuju atau tidak, fisik juga harus didukung
dengan penampilan agar terciptalah ‘good
looking’ itu sendiri. Dan kalo bicara soal penampilan, tergantung taste masing-masing deh. Hehe.
Oke, gue paparkan secara gamblang taste gue masalah fisik maupun
penampilan cowok, gue suka yang manis (gak ngebosenin diliat), gondrong (cowok
gondrong itu punya nilai plus di mata gue), tidak lebih pendek dari gue,
berpakaian sedikit cuek dan gak macem-macem (celana pendek atau Jeans robek-robek dipadu kaos polos atau
kemeja dengan lengan digulung. Its cool.
Tapi harus tau tempat juga, jangan ujug-ujug ke acara resmi pake setelan kayak
gitu. Hehe). Yaaa kira-kira dari segi fisik dan penampilan cukup segitu aja.
Gak muluk-mulukan?
Tapi jangan kira ketika gue menemukan cowok yang
memenuhi kriteria diatas gue bisa langsung jatuh hati. Gue sering kali jadi il-feel kalo cowok yang menurut gue udah
oke banget dari fisik dan penampilan tau-tau gak didukung sama pembawaan diri
yang oke juga. Dan pembawaan diri yang oke menurut gue adalah pembawaan diri
yang tidak akan pernah membuat gue il-feel luar biasa atas segala tingkah
laku yang dilakukan dan pemikiran yang dilontarkan oleh si cowok. Karena ketika
gue udah il-feel sama tuh cowok, maka
ketika itu juga gue akan mengatakan ‘dadah-bye-bye’
disertai muntah-mutah berkepanjangan.
Ada beberapa contoh kasus ; Pertama, gue pernah
il-feel setengah mati ketika tau
cowok yang penampilannya udah oke menurut gue tau-tau gak nyambung kalo di ajak
ngomong, artinya dia tidak berwawasan luas.
Man, cowok itu sexy banget kalo
cerdas. Cerdas itu pesonanya jauh lebih luar biasa dibanding ganteng. Dan gue,
selalu tertarik sama cowok yang bisa bikin gue nganga plus ngeces dengan
kecerdasaannya.
Kedua, waktu itu gue sempet dideketin sama cowok
yang menurut gue sih oke, tapi ketika tau dia terlalu berlebihan dalam
menujukan perasaannya ke gue, gue langsung il-feel seketika. Gimana nggak il-feel
kalo tiap hari tau-tau tuh orang ada didepan rumah gue untuk ngenterin gue
berangkat kuliah? Wuuuuaaahhh! Lo harus tau istilah ‘risih’ deh kayaknya. Lo tuh
belom jadi siapa-siapa gue. Kenapa harus berlebihan gitu? Jangankan yang masih
pedekate, sama pacar aja gue paling gak suka di anter-jemput tanpa konfimasi
gitu. Udah gitu sok banget mengatur segala kehidupan gue lagi. Gue sebel cowok
ribet. Cowok tuh harus asik! Dan yang perlu di-underline, di-bold dan
di-Italic adalah : Elo
siapa gueeee??? Kan gue belom ngasih respon apa-apa!
Ketiga, gue sempet jadian sama cowok gila yang
super duper ngeselin karena cemburuan banget. Oke, gue gak il-feel sama sifatnya yang cemburuan banget
itu, wajar. Tapi hal yang bikin gue il-feel
adalah ketika gue sama dia lagi ribut gara-gara dia cemburu sama temen cowok
gue, dia mengancam kalo dia bakal BUNUH DIRI kalo gue masih tetep deket sama
temen-temen cowok gue. Bahkan masalah apapun akan dia hadapi dengan melakukan
hal yang sama, yaitu mengancam bunuh diri! Dan parahnya, ancaman itu sempat
beberapa kali dia lakukan karena gue memutuskan hubungan secara sepihak! Buset
dah, setiap gue putusin, besoknya dia udah dirumah sakit dengan luka-luka
tertentu, entah itu memar karena benturan kuat di kepala, sampe pergelangan
tangan yang sengaja dia iris-iris sendiri. Dan mau gak mau gue harus ngebatalin
keputusan gue untuk ninggalin dia.
Kenapa bunuh dirinya gak motong leher aja sih biar
langsung mati dan gue akan dengan mudah ninggalin lo? Huh! Untung pada akhirnya
gue punya keberanian untuk benar-benar mengakhiri hubungan gue sama dia tanpa
mempedulikan dia mau mencoba bunuh diri lagi atau tidak. Gue gak tau dah tuh
sekarang dia masih nafas apa enggak, gue bener-bener lari tanpa jejak setelah
mutusin dia untuk yang terakhir kalinya itu. Sempet beberapa kali sahabat
deketnya menelepon gue, tapi gak gue angkat. Entah mau ngasih gue kabar apa.
Gue gak mau tau. Dan inti dari pengalaman gue ini adalah gue il-feel dengan cowok yang hidupnya full-of-drama-fiksi yang mengharu biru
kayak sinetron-sinetron di Indonesia. Gila! Banyak-banyak nonton Opera Van Java
deh, Bang! Haha.
Intinya sih cowok itu harus ; cool,
asik, punya selera humor yang lumayan, punya taste yang tinggi perihal karya seni (apapun), dan CERDAS.
Bermalam di Jakarta
Ohhh.. ternyata begini toh Jakarta diwaktu dini
hari? Gak ada sepi-sepinya gini ya? Hebring-hebring
aja deh kayaknya, gak beda jauh sama siang. Bedanya ini redup aja. Jakarta
redup, namun hebring. Hehe. Katro
banget ya gue? padahal dari lahir gue udah menetap di Jakarta. Tapi baru kali
ini berkeliaran di Jakarta dari malem sampe subuh. Dan itu sangat menyenangkan.
Kawasan Tebet emang cukup dikenal sebagai salah
satu tempat gaul di Jakarta, setelah Kemang tentunya. Dari kalangan menengah
keatas dan menengah kebawah bebas berdatangan silih berganti disini. Memang
sih, spot antara kalangan menengah keatas dan menengah kebawahnya itu gak sama.
Masing-masing punya tempatnya, sesuai dengan isi kantong. Kalo tebel ya bebas
masuk ke zona high class yang ada
disana, kalo kere ya masuk ke zona aman aja (aman dari mahalnya segelas kopi).
Haha. Dan malam ini, gue berhasil menerobos kedua zona itu. Yes! *Senyum puas sambil merem melek
kayak model iklan wafer yang lagi menikmati segigit wafer dimulutnya.
Ditemani empat orang teman yang gila tiada tara,
membuat malem semakin luar biasa seru. Gak peduli deh orang-orang memandang
jijik ke arah gue dan temen-temen gue yang lagi asik ketawa ketiwi gak
kekontrol. Dunia tuh rasanya punya kita berlima, yang lain ngontrak.
“Kemana nih?” teriak Abied sambil terus
mengendarai motornya. Gue yang dibonceng Teguh celingukan memandang sekitar,
berusaha mencari tempat yang asik buat nongkrong. Yang lain pun melakukan hal
yang sama. Setelah muter-muter hampir ke semua penjuru Tebet, tetep aja gak
nemu spot yang oke. Semua spot tuh udah penuh sama orang yang nongkrong. Kalo
ditambah lima orang lagi kayaknya tambah padet dan gak asik.
“Maklumlah, ini kan malem minggu, jadi rame semua.”
Oia, gue baru sadar ini malem minggu. Untung Firman bilang gitu. Wah, berarti
pada sibuk malem mingguan dong ya nih orang-orang? pantesan dari tadi seliweran
mulu orang yang pacaran. Tapi kenapa temen-temen gue ini gak malem mingguan ya?
Mereka kan pada punya cewek. Yaaaahhh... ini mah pasti gara-gara gue curhat
sambil nangis darah biru deh pas di base
camp tadi. Pasti tujuan mereka ngajak gue hang out untuk bikin gue seneng nih. Pasti mereka kasian deh sama
gue yang lagi merana karena cinta (kayak lagu dangdut ya? Haha). Yaampun, jadi
gak enak gue. Tapi gak apa-apa sih, kan itu gunannya temen. Lagian
jarang-jarang kok mereka lebih mentingin gue daripada pacar mereka. Harus dimanfaatkan! Hahahaha. “Boi, gue
tau tempat yang gak begitu rame disini.” Teriak gue lantang.
“Ini kenapa yang parkir motor kita doang ya?
Haha.” Mirza cengengesan begitu sadar kalo di parkiran restoran yang gue tunjuk
emang isinya mobil semua. Firman, Abied dan Teguh kompakan mandang ke arah gue,
seperti menyalahkan dan siap makan gue mentah-mentah karena minta berenti di restoran
yang mahal. Haha.
Tadi kan nyari tempat yang sepi, giliran gue kasih
yang sepi pada marah-marah. Salah gue
getoh? Salah keluarga gue? Salah piaraan gue?? Ya enggak lah...
Sebelum masuk ke restoran, keempat cowok-cowok itu
mengadakan briefing kecil-kecilan
didepan gue. Pengen ketawa rasanya ngedenger pembicaraan mereka. Masa pengen
masuk restoran aja pake absen dulu, plus ditanyain lagi setiap orang bawa duit
berapa. Hahaha.
Tapi gue akuin emang brilian sih ide Firman untuk
nanya kesetiap anak berapa lembar uang yang ada di kantong mereka. Dari pada
dengan santainya masuk ke dalem restoran dan tau-tau gak bisa bayar apa yang
kita pesen gimana? Kan repot dan malu-maluin. Lagian pikir deh, berapa banyak
sih isi kantong mahasiswa kayak Firman, Mirza, Teguh dan gue?? Apalagi isi
kantongnya Abied yang masih kelas dua SMA. Paling cukup buat beli Coki-Coki
doang. Hahaha. Gak gitu juga sih.
Briefing lima menit.
1.
Isi :
Firman : Jujur
nih gue cuma ada 250 ribu.
Mirza :
Gue ada gope sih, tapi kan ini baru awal bulan. Bisa kelaperan di kosan nih gue 3 minggu kedepan kalo sampe
ini abis. Haha.”
Teguh : 20
ribu! Orang gue gak bawa dompet. Hahaha.”
Gue :
Emang di dompet lo ada duitnya Guh?
Teguh :
Kagak ada juga sih. Hahaha.
Semua :
Hahahaha.
Mirza :
Gak usah ngomong Guh. Ketauan dari muka lau. Muka susah.
Semua :
Hahahahahahahahahaha.
Firman :
Nah, dede Abied berapa nih? Kalo ada bisa kali nambahin.
Hehe.
Abied :
Ada nih, cepe lebih dikit. Woles.
Gue : Karena gue yang nunjuk cafe ini. Maka gue keluarkan semua
uang gue.
Tinggal seratus ribu gitu sih palingan. Hahahaha.
Firman : Errr.... eh, lo kan pernah nih Ta kesini, gak mahal-mahal banget
kan?
Gue :
Enggak. Woles.
Abied :
Waktu itu lo mesen apa?
Gue :
Kentang panggang sama Aqua botol.
Abied :
Berapa?
Gue :
Murah kok.
Mirza :
Iya berapeeee??
Gue :
Kentang panggang 75 ribu. Aqua botol kecil 35 ribu. Hahaha.
Semua :
Mmmmmmm... (kompak ngelirik sinis ke gue)
Abied :
Payah dah garpu somay!
Mirza :
Anjrit, beneran bakal sebulan kelaperan nih gue.
Gue :
Hahahahahahahahahahahaha.
Firman :
Errrr.... Untung cakep lo, Ta!
Gue :
Hahahahahaha. Yaudah ah masuk.
2.
Kesimpulan :
Akhirnyaaaaaaa.....
untuk yang kedua kalinya gue masuk ke restoran mantab ini. Dan akhirnya juga,
gue berhasil memanfaatkan kepedulian temen-temen gue yang jarang-jarang ini.
Hahahahaha. Kena lo pada gue kerjaain!
Emang bener deh, gue dan temen-temen emang
keliatan jelas paling norak di dalem restoran ala Europe itu. Mau diusahain se-elegan apapun tetep aja kecium aroma
kerenya. Pertama, dari baju beserta perlengkapannya. Berhubung emang gak niat
untuk jalan-jalan, apalagi hang out
ke restoran mahal. Ya kita berlima berpenampilan biasa aja. Biasa banget malah.
“Nyesel gue pake sendal jepit.” Kata Mirza
ditengah-tengah tegukan wine-nya. Gue
sendiri cuma pake jeans panjang
robek-robek plus kemeja abu-abu polos, untung lumayan ke tolong sih sama
‘sepatu gede’ alias ‘sepatu booth’
super kece yang baru gue beli beberapa minggu yang lalu. Sebenernya sih gak
niat gaya, tapi emang lagi sering dipake aja tuh sepatu, biar lama-lama lentur,
soalnya masih kaku dan belum ajib
dipakenya.
Yang kedua, dari tingkah dan kelakuannya ; Ketawa
kenceng banget, ngomong aja kayak mercon. padahal kan di meja makan. Hahaha.
Pokoknya apa yang kita lakuin serba eksentrik deh.
Et, bukan ‘kita’ deng, tapi ‘mereka’, temen-temen gue, gue sih stay cool numpang ketawa doang.
“Mas, gue ganteng kan ye?” tanya Mirza kepada
mas-mas waiterss yang lagi nyuguhin wine pesanan Mirza yang kedua. Kalo gue
jadi mas-mas waiterss-nya, gue bakal
tersenyum manis pada Mirza tanpa menjawab apapun. Terus gue pukul laki-laki
hitam buluk itu pake botol anggur merah yang ada didepan gue. Pertanyaan
sampah! Ngapain coba nanya begitu? Konyol! gak sadar, gak mabok. Tetep aja
konyol kelakuannya.
“Iya, mas.” Diiiiihhhhh... tuh mas-mas waiterss pake jawab iya lagi. Bohong
banget tuh orang. Haha.
“Kalo dia? Cantik gak?” Mirza nanya lagi ke
mas-masnya sambil nunjuk kearah gue. Pengen apa coba nih orang nanyain gue
cantik apa enggak ke orang yang gak dikenal? Dan parahnya lagi si mas-mas waiterss bener-bener ngelirik gue untuk
menilai, terus dia senyum sambil manggut-manggut ke arah Mirza (artinya, gue
CANTIK menurut mas waiterss itu. Dan
kali ini, mas waiterss-nya jujur.
Haha). “Kenapa ya mas?” senyum indah terlempar dari bibir mas-mas waiterss berusaha untuk bersahabat dan
hangat pada pengunjungnya yang resek itu.
“Gak apa-apa, nanya aja. Iseng.” Orang gila!
bener-bener korslet nih si Mirza..
“Oh, Yaudah kalo gitu saya kebelakang lagi ya Mas,
kalo ada apa-apa bisa dengan saya Aldi” dengan sangat sopan mas-mas waiters bernama Aldi itu meninggalkan
meja yang ditempatin gue dan temen-temen. Tapi belum jauh melangkah, Mirza
memanggil mas Aldi lagi. “Ada apa mas?”
“Mas kok gak nanya ke gue sih mas-nya ganteng apa
enggak? gue lagi pengen jawab pertanyaan orang nih. Biasa. Iseng.”
Duuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrr!!!!!!!! Gila,
ngeselin dan gak penting banget dah omongan Mirza. Plus ditambah gimik-gimik
konyol khas dia lagi. Gue dan temen-temen yang laen sih ngakak. Tapi sebenernya
mah gue jijik banget, sumpah. Jijik! Untung gue bukan waiters-nya, gue bener-bener bakal bunuh diri nih kalo ngelayanin
pengunjung kayak Mirza. Bikin kisruh suasana. Meningan lo diem aja deh Za
sambil mikirin sebulan kedepan lo makan apa. Soalnya dua botol wine yang lo pesen bakal bikin duit yang
lo bawa masuk semua ke laci kasir. Itu wine
mahal Mirzaaaaaaaaa.....
Pada umumnya setiap orang yang abis makan enak di restoran
mewah akan keluar dengan wajah sumringah. Tapi itu gak berlaku buat gue dan
temen-temen. Puas sih, tapi lemes. Ya gimana gak lemes kalo acara makan-makan
sambil hang out-nya ngabisin budget Rp. 945.000,- untuk berlima
doang??? Pengen nyongkel mata deh rasanya pas tadi jadi orang pertama yang
nerima dan baca bill-nya.
“Gue gak bakal nih dateng kesini lagi. Kecuali
kalo gue udah punya Ferrari limited edition!” Sambil pake helm Firman memandang
(again!) kearah restoran. “Ta, kalo
tuh duit kita pake buat recording
lagu udah dapet tiga lagu tuh” Hahaha. Bener banget nih apa kata Abied, tapi
mau gimana? Nasi udah jadi bubur. Masalah recording
nanti kita kumpulin lagi ya dede Abied.
“Diem aja lo Za??? Kenapa? Hahaha.” Tanya Teguh
pada Mirza, padahal gue yakin banget Teguh tau jawabannya. “Sebulan kedepan gue
ngemut sendok doang nih.” Haha! Rasain lo! Gaya banget sih minum wine mahal segala. Biasa minum anggur
merah Topi Miring juga!
Oke, karena gue merasa bersalah juga udah maksa
banget nongkrong dan senang-senang di restoran yang menguras kantong ini, maka
dengan setulus hati gue meminta maaf yang sedalam-dalamnya kepada Firman,
Mirza, Teguh dan Abied. Lalu berkata ; Yaudah,
ambil aja hikmahnya.... Hahahahaha.
Sisa uang hanya kira-kira 80 ribu gak menurunkan
semangat gue dan temen-temen untuk terus ngabisin malem dan have fun semaunya. Masih di kawasan
Tebet, kali ini gue dan temen-temen memilih untuk nongkrong di warung roti
bakar Waffa 99. 80 ribu cukup banget lah untuk ngopi dan ngemil-ngemil manis di
warung ini.
Lima gelas kopi dan tiga piring roti bakar
berhasil gue pesen setelah menerobos penuhnya pengunjung. Tapi karena space didalem warung udah gak muat lagi
untuk diisi, jadilah gue dan temen-temen gue buka lapak disebrang warung.
Warung Waffa 99 ini adalah warung tenda biasa
seperti halnya warung tenda pecel lele, bedanya disini gak jual pecel lele,
tapi kopi, roti bakar dan mie instan. Letaknya bukan di center Tebet, disekelilingnya cuma ada rumah-rumah gedongan yang
gak tau penghuninya pada kemana. Emang gitu ya? Rumah gedongan tuh kesannya
sepi mulu. Mungkin karena tingginya pager mewah yang menjulang bikin efek kalo
rumah itu higienis dari makhluk-makhluk absurt yang menciptakan kegaduhan
didalemnya. Atau mungkin karena saking gedenya rumah, maka segaduh apapun
kegaduhan yang ada didalemnya gak bakal terlansir sampe luar rumah. Enak banget
ya? Hehe.
Tepat disebrang warung Waffa 99 dan tepat didepan
pager rumah super gede yang menjulang tinggi,
gue dan temen-temen udah duduk santai menikmati kopi dan roti bakar
sambil bercengkrama (baku banget ya? Bilang aja ‘becanda’!).
Gak cuma gue dan temen-temen kok yang asik
nongkrong didepan rumah orang. Banyak juga gerombolan orang yang dateng dan
mesen makanan di Waffa 99 dan langsung buka lapak didepan rumah orang yang
keliatannya sepi semua ini. Pada cuek aja gitu cekakak cekikikan bebas semaunya.
Tanpa alas apapun, gue, Abied, dan Firman
merebahkan diri di depan pager rumah gedongan ini. Walaupun dipinggir jalan,
suasana tetep kondusif kok. Gak banyak orang yang seliweran bolak-balik. Karena
ternyata, jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. Waw! Tumben banget gue masih bisa diluar rumah sampe malem banget
gini, kongko-kongko woles gak mikirin pulang.
“Tumben lo Ta gak ngerengek minta pulang. Nah gini
kan asik!” Teguh masih aja iseng menutup muka gue dengan selembar tisu. “Ah
ganggu lo, lagi menikmati bintang nih gue! bokap nyokap sama ade gue lagi stay di Bogor. Jadi gue dirumah
sendirian. Gak apa-apa pulang pagi juga. Hehehe.”
Ternyata, rebahan santai di payungi langit malam
dan ribuan bintang bikin mood bener-bener
berubah jadi biruuuu banget. Bukan sedih yang mengharu biru ya, tapi biru
disini artinya adalah adem, tentram, tenang dan sejuk. Sambil asik bercerita
ngalor ngidul bersama keempat teman yang abnormal ini, tanpa sadar akhirnya gue
masuk ke dunia mimpi alias ketiduran. Yah, temen-temen band gue ini mah udah gak aneh lagi deh liat gue ketiduran. Hampir
disetiap kesempatan kumpul, gue pasti ketiduran. Sampe-sampe waktu lagi briefing dikebon belakang rumah Firman,
gue ketiduran, dan pas gue bangun ternyata gue udah sendirian, magrib-magrib lagi!
Scare banget gue. Alhasil, gue nangis
sendirian di kebon itu, ngeliat gue nangis baru deh mereka keluar dari tempat
persembunyiannya sambil nyengir kuda. Sumpah, itu kejailan yang gak lucu sama
sekali.
“Bangun Mbak! Tokonya mau buka! Hahaha.” Akhirnya
mata gue melek juga setelah Firman membangunkan gue dengan cipratan air mineral
yang ada di tangannya. Buset! Gak sekalian aja siram gue, Man. “Emang gue
gembel toko?! Rebek lo ah nyiprat-nyiprat!” dengan muka yang masih pengen bobo
manis gue bangun dari rebahan dan langsung sadar ternyata langit udah cukup
terang. Gue liat jam tangan, “Yasalam! Jam 5! Pulang yok.. Bokap nyokap gue
pulang pagi nih katanya.”
Di tengah perjalanan pulang gue inget komentar
Abied dan Mirza untuk gue pas bangun tidur tadi, mereka bilang ternyata gue ‘rock and roll’ banget. Santai aja gitu
tidur dipinggir jalan, jarang-jarang ada cewek se-woles gue di Jakarta yang
super gaul ini. Dan mereka langsung menyamakan gue dengan tokoh Jani di film
Radit dan Jani, wanita super cuek dan santai yang hidup bebas semaunya. Hahaha.
Beda kali, gue emang cuek, tapi gak bebas dan gak se-frontal Jani. Lagian gue
gak punya pasangan bernama ‘Radit’ kok. Lebih tepatnya emang gak punya
pasangan! Lebih tepatnya lagi BELUM PUNYA PASANGAN.
But i
have somebody to love.
Cieeee....
cieeee... cieeeee Itaaaaa.... haha.
Potret
Awan
hitam menggantung di langit. Angin bertiup cukup kencang, pohon-pohon jati
bergoyang-goyang, hujan nampaknya sudah tak sabaran lagi akan segera turun.
Anwar yang sudah bersiap-siap akan pulang, sesaat jadi ragu-ragu. Ia juga
merasa tidak membawa jas hujan. Tapi bukankah bulan ini masih masuk musim
kemarau? Sehingga ia tidak menyangka kalau tiba-tiba saja akan turun hujan.
Sebab hari-hari terakhir udara kota ini panasnya sangat menyengat. Di luar dan
di dalam rumah sama saja, panas, katanya dalam hati sambil mengeluarkan motor
bebeknya yang masih terhitung baru.
Sebenarnya
dalam hati Anwar merasa jengkel juga. Sebab hari ini kantornya pulang agak
awal. Semua karyawan, termasuk dirinya merasa senang karena dapat pulang lebih
awal. Hanya saja nampaknya hujan turun terasa sebagai penghalang. Sementara
rintik-rintik gerimis mulai menyapa bumi, ia jadi tergesa-gesa untuk pulang.
Setelah
membunyikan motornya, ia langsung meluncur ke jalan raya. Seorang temannya yang
memanggil setengah berteriak karena ingin membonceng, tidak dihiraukannya.
Kendaraannya pun semakin melaju dengan kencang. Menyalip kesana kemari di
antara kendaraan lain yang nampaknya juga melaju cepat tergesa-gesa. Anwar
ingin segera sampai di rumah sebelum hujan benar-benar turun. Tetapi ketika sampai
setengah perjalanan, gerimis semakin deras turun.
Gas
kendaraan semakin ditekan untuk menambah laju kendaraan. Gerimis telah berubah
menjadi hujan yang deras dan Anwar memacu kendaraannya semakin kencang dan
seakan melayang di atas aspal jalanan. Padahal pandanganya agak kabur karena
kaca helmnya memburam diterpa air hujan.
Ketika
sampai di persimpangan jalan yang menuju ke rumahnya, tiba-tiba ada seorang
wanita muda yang melintas, menyeberang jalan dengan cepat. Anwar yang
pandangannya ke depan agak kabur, hanya samar-samar saja melihat orang melintas
di depannya. Namun ia terlambat untuk merem laju kendaraannya. Dan tanpa ampun
lagu, wanita yang sedang menyeberang itu ditabraknya. Anwar terjatuh, sedangkan
wanita itu terlempar sampai di sisi trotoar dan tergeletak. Nampak ada darah
mengalir bersama air hujan yang menggenang.
Masih
dengan yang tertutup, Anwar segera bangkit mendirikan kendaraan sambil berusaha
membunyikan mesinnya. Lalu secepat kilat melaju dengan kencang meninggalkan
tempat kejadian itu. Orang-orang yang melihat kejadian itu berusaha
mengejarnya, tapi motor Anwar melaju lebih cepat.
Anwar
berpikir bila tertangkap, bisa saja dipukuli warga di sekitar itu dan juga
urusannya semakin rumit dan panjang. Apalagi bila wanita itu meninggal dunia,
wahhh…, pasti urusannya sampai di sel tahanan polisi untuk
mempertanggungjawabkannya. Tepat, kalau aku melarikan diri saja, kata Anwar
dalam hatinya.
Tetapi
di sisi lain ada pemberontak di dalam hatinya dan mengutuknya sebagai lelaki
pengecut. “Seharusnya kau tidak tinggalkan tempat kejadian itu, Anwar”, begitu
suara dari dalam hatinya. “Seharusnya kau justru memberikan pertolongan,
seharusnya kau merasa kasihan pada wanita muda yang telah kau tabrak tadi,
seharusnya kau berusaha untuk segera membawanya ke rumah sakit agar jiwanya
cepat tertolong dan terselamatkan”, begitu gemuruh suara di dalam hatinya.
Seperti gemuruh suara hujan yang ditingkahi hembusan angin kencang.
Baju
dan badan Anwar basah kuyup. Udara yang lembab menggigilkan tubuhnya yang dinginnya
menembus tulangnya. Aneh, di dadanya tetap bergemuruh suara-suara yang mengejar
dan menyalahkannya. “Kau pengecut, War”, suara hatinya kembali meletup-letup.
“Kau telah jadi seorang penabrak lari yang kejam dan tidak berperikemanusiaan”.
Anwar berusaha melawan kata hatinya. “Tidak! Aku pun harus selamat. Jika aku
lama berada di situ dan berusaha menolongnya, pasti aku dikeroyok orang-orang
itu, ditangkap polisi, diajukan ke pengadilan dan dihukum. Tidak! Aku juga
harus selamat”, katanya setengah menjerit. Tapi gemuruh hujan dan sesekali
suara petir menenggelamkan suaranya.
Setelah
lelah melarikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, ia memperlambat lajunya.
Saat ia menoleh ke belakang, suasana lalu lintas sudah sepi. Ia merasakan sudah
tidak ada lagi yang membuntutinya. Waktu tadi lari dari tempat kejadian, ia
sudah berusaha mengelabuhi para pengejarnya dengan melewati lorong-lorong
kecil, sehingga para pengejarnya pasti akan kehilangan jejak.
Pikiran
Anwar semakin bingung, meski pun ia sudah sekuat tenaga melupakan kejadian
tadi. Bukankah sudah tidak ada yang mengejarnya ? Nomor kendaraan pun juga
terlindung oleh kotoran karena jalanan yang berlumpur. Paling tidak itulah
perkiraan Anwar. Dirinya sudah merasa aman, meskipun rasa was-was masih terus
bergelayut di hatinya.
Kamis, 14 Februari 2013
Goodbye???
Gue mempertanyakan semuanya. Semua yang kemarin-kemarin gue liat dari lo.
Kata cinta, rindu yang menggebu dan hasrat untuk bersama, gue merasa semuanya
udah semakin abu-abu buat gue. Bullshit.
Bagaimana bisa lo menghilang gitu aja setelah lo mengungkapkan betapa lo
gak bisa melupakan gue? Gue gak abis pikir itu bisa dengan mudah lo lakuin.
Ini bukan yang pertama kali lo pergi dan menghilang. Sebelumnya lo emang
kerap kali melakukan itu, pergi dan menghilang, lalu kembali. Yap, itulah hobi
lo, dateng dan pergi seenaknya di hidup gue. Great!
Mungkin kesalahan terbesar gue adalah selalu menerima kembali kehadiran lo
yang disertai kata maaf buat gue. But,
its enough for me. Untuk kali ini, gue gak akan melakukan kesalahan itu.
Kepergian lo saat ini terlalu menyakitkan buat gue. Gue gak akan membiarkan lo
masuk dan dateng lagi di hidup gue. Cukup!
Bukan karena gue sakit hati atas perlakuan lo, tapi lebih tepatnya adalah
memang gue telah membulatkan tekat untuk tutup buku mengenai segala cerita
tentang lo. The end! Gue mau bikin
cerita baru. Dan bukan tentang lo lagi.
Kenapa harus tutup buku? Entahlah, gue udah cape mempertanyakan perasaan
lo. Cinta??? Gue gak yakin. Hmmm... ada lagu yang pas nih sama pertanyaan gue
buat lo. Lagunya slank, judulnya CINTA?
Maaf?
setelah kau sakiti, lalu bilang maaf?
Maaf?
Setelah melukai, lalu bilang maaf?
Setelah menghianati, lalu bilang maaf?
Kau gak punya otak!
Hanya itu yang bisa... kau ucapkan maaf?
Sorry?
Sesudah robek hati, cuma bilang sorry?
Sesudah darah tinggi, cuma bilang sorry?
Sesudah jantung mati, cuma bilang sorry?
Kau gak punya IQ, hanya itu yang bisa... kau ucapkan sorry?
Cinta?
Sehabis ngomong tinggi, masih bilang cinta?
Kau gak tau diri,
Gak semudah bicara kau ucapkan cinta....
Hopeeee !
A dream when you dream alone is only a dream. A dream when you dream together is a reality.
Sumpah pengen nangis kalo baca kalimat itu, mau
tau apa alesannya? karena gue adalah orang yang punya banyak mimpi, banyaaaaak
banget... banget, banget deh pokoknya. But
you know, i always alone. Pengen banget rasanya mempraktekan kalimat itu,
bermimpi bersama supaya mimpi itu jadi kenyataan. Cape banget mimpi sendirian.
Tapi
kenyataannya sekarang ya gue tetep sendiri. Sendiri dalam arti gue gak punya
seseorang untuk mendorong gue supaya gak give
up untuk meraih mimpi gue. Kadang gue ngerasa gue lagi lari marathon
dilintasan melawan beberapa orang lainnya, terus lawan-lawan gue disemangatin
sama keluarga dan teman-temannya yang ada dipinggir lintasan sambil meneriakan
namanya. Masing-masing punya pendukung
setia dipinggir lintasan.
Dan gue? gak punya! Gue hanya terus berlari dan
berlari dengan dorongan semangat dari dalam diri gue sendiri. Jatohpun gue
harus bangun sendiri! Hey, you must know,
i’m not strong like you think! I need someone to run with me! Seenggaknya yang
menaruh kepercayaan ke gue kalo gue itu
bisa nyampe garis finish paling awal! Apa sih yang salah dari gue? I have something to make you proud! But you never believe me!
Semuanya.
Semuanya gak pernah percaya sama kemampuan gue. Sekalipun gue udah nunjukin
hasil dari kerja keras gue yang menurut gue ‘wow’ tapi kayaknya itu kurang
banget buat mendapatkan kepercayaan. Bahkan keluarga gue pun sering kali underistimate dengan apa yang gue
lakukan. Sampe-sampe gue harus ngebangun kepercayaan diri gue sendiri lebih
dari siapapun.
Gue butuh seseorang disamping gue, mendampingi
gue, berlari kecil sambil menggadeng tangan gue saat gue mulai kelelahan
berlari. Memeluk gue saat gue menang dan membesarkan hati gue saat gue kalah.
Kalo dari keluarga gue gak dapetin itu, gue pengen
banget dapetin itu semua dari pasangan gue nanti.
Ya ampuuuun... gue jadi kepengen pacaraaaaann..
pengen punya pacar kayak yang gue sebutin diatas tadi, seseorang yang selalu
ada disamping gue, mendampingi gue, berlari kecil sambil menggadeng tangan gue
saat gue mulai kelelahan berlari. Memeluk gue saat gue menang dan membesarkan
hati gue saat gue kalah. Plus rela berjam-jam dengerin curhat gue sambil ngusap
air mata gue dengan iklas.
Gue juga pengen punya pacar yang asik diajak
nonton bareng piala dunia sambil loncat-loncatan gak kenal cape. Seru-seruan di
kebun binatang sampe kopral bolak-balik. Mau ngedorong gue pake troli belanjaan
pas di supermarket dan hal-hal gila lainnya. Gue gak pengen cuma ngerasain
serunya nonton Java Rockinland sama
temen-temen gue, sedangkan pacar gue pergi kondangan sama sepupunya.
Gue pengan punya pacar kayak gitu. Pengeeeeeeeeeeeeeeeennn.
Sabtu, 02 Februari 2013
.......
Akan kemanakah
angin melayang takala turun senja yang muram?
Kepada siapa lagu
ku angankan?
Gelap dalam kabut
Rindu tertahan
Datanglah engkau,
berbaring disisiku
Turun dan
berbisik, dekati batinku
Belenggulah
seluruh tubuh dan sukmaku
Ku ingin menjerit
dalam pelukanmu
Sampai dimanakan
berarak awan?
Bagi siapa mata
ku pejamkan?
Pecah bulan dalam
ombak lautan
Dahan-dahan
dihati bergetaran.....
Langganan:
Postingan (Atom)