Selasa, 18 September 2012

Kehidupan dan Idealisme


Kehidupan, terlalu banyak menuntut kesempurnaan yang sebenarnya terlalu dibuat buat. Latar belakang pendidikan dan status sosial, kini selalu menjadi tolak ukur penilaian atas kesempurnaan hidup. Lalu saya bertanya, dimana keberadaan berjuta ideologi sebelumnya? Mengapa kini semakin menyempit?
Bagi saya, keberadaan sekolah dan universitas adalah omong kosong ketika siswanya hanya bertujuan mendapat nilai A atau lulus dengan predikat Cum Laude. Kenapa tujuan mereka di akhir? Kenapa tidak prosesnya itu yang menjadi tujuan?  Yaitu, belajar dan mencari ilmu!
Saya pernah bertanya pada seorang teman dari Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Budaya angkatan 2005 yang sampai saat ini belum menyelesaikan skripsinya. “Lo kenapa Bang gak ngelarin skripsi lo? Gila ye betah banget di kampus. S1 kok tujuh tahun lebih! Haha.”
Sembari teretawa kecil dan menyelesaikan lukisannya beliau menjawab, “Gue lebih suka bertitle MAHASISWA Ta dibanding bertitle PENGANGGURAN! Propesi macam kita tuh (pelaku seni) tidak pernah dianggap sebagai pekerjaan. Ya jadinya, kita ini PENGANGGURAN terus!”
Kali ini saya yang tertawa, bukan karena lucu, tapi karena saya menyetujui pernyataan beliau. Beliau orang yang cerdas, wawasannya luas, bahkan saya yakin jika beliau menyelesaikan skripsinya dan mengikuti sidang kelulusan, maka dengan mudah beliau akan lulus dengan menyandang predikat Cum Laude. Tapi itu belum menjadi pilihannya sekarang. Sampai saat ini, beliau masih asik menikmati kegiatan kampus tanpa memikirkan iming-iming title Sarjana.
Ijinkan saya berandai sejenak. Andai saya tidak hidup diperadaban yang meyakini bahwa latar belakang pendidikan menjadi tolak ukur sebuah pencapaian kesuksesaan, yap! mungkin dari awal saya akan memilih untuk tidak bersekolah formal. Karena saya menyadari, yang sedari awal saya dapatkan di sekolah, ternyata bisa saya dapati diluar sekolah. Bahkan lebih! Dan yang lebih penting, pelajaran yang saya dapat diluar sekolah tidak bertujuan mendapat nilai A, tetapi pasti mendapatkan nilai A!
Tapi itu hanyalah andai-andai. Nyatanya saya hidup pada peradaban dimana Ijasah-Ijasah menjadi sebuah barang berharga yang diburu banyak orang. Bahkan bagi yang sulit mendapatkannya, maka ia tidak ragu-ragu untuk memalsukan lembaran bodoh itu. Alasannya, agar mudah mendapat pekerjaan. Padahal sudah jelas-jelas begitu banyak orang yang memiliki Ijasah Strata satu tetapi masih menjadi PENGACARA alias PENGANGGURAN BANYAK ACARA. Ironi kan?
Baiklah, tak apa, saya tidak menyesali takdir yang mengantarkan saya pada jaman kalangkabutan macam ini. Saya akan mengikuti segala prosedur yang ada. Tapi saya juga punya jalan sendiri. Siapa yang sudi melewati jalan yang sudah padat? Saya punya jalan sendiri. Tanpa tekanan dan dengan terus menikmati, saya akan melewati jalan saya sendiri.
Setelah lulus (nanti), saya masih akan berjalan santai. Terus menulis, terus melukis, terus ber-acting. Lagi dan lagi. Itulah tujuan saya (see?? Bahkan saya sudah sampai tujuan saya). Karena inilah idealisme menurut nurani saya, yaitu hasrat untuk berseni! Inilah jalan saya.
Tanpa memperdulikan akan “jadi apa” saya kelak (bahkan saya rela disebut PENGACARA alias PENGANGGURAN BANYAK ACARA), saya akan terus berjalan disini. Karena saya menikmati perjalanannya!
Saya bukan seorang penulis, pelukis, atau bahkan pemain teater. Saya hanya menulis, melukis, dan memainkan sebuah peran diatas panggung. Terkadang saya bermusik, tapi saya bukan musisi. Sekali lagi, saya bukan penulis, pelukis, pemain teater atau musisi! Tetapi jika kelak predikat-predikat itu melekat pada saya, maka itu hanyalah sekedar efek-samping dari apa yang saya geluti.
Bagi mereka (kaum yang men-dewa-kan latar belakang pendidikan dan status sosial) teruslah kejar kesempurnaan hidup kalian yang belum terlihat itu. Saya tidak akan mengganggu apalagi menyalahi. Dan kami (penganut idealisme nurani), kami akan terus mengikuti hati nurani kami, tak perlu berkejaran, tapi sampai tujuan. Dan yang lebih penting, perjalanan kami sudah sangat sempurna dibanding kesempurnaan hidup kalian.
Bagaimana dengan anda? Ikut mereka atau ikut kami? Pilihlah jalan anda atau buatlah jalan sendiri!
Selamat menempuh perjalanan selajutnya kawan.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar