Indonesia, ternyata benar Indonesia.
Ya, Indonesia itu benar-benar salah satu negara terkorup didunia! Tidak salah,
tidak bisa disanggah, benar-benar tidak bisa. Semua kalangan yang memiliki
kesempatan untuk melakukan tindakan ‘korupsi’ hampir tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan itu. Uang selalu saja menjadi Dewa dari segala Dewa
di bumi ini, mengontrol jalannya kehidupan dan kelakuan. Tentunya selain sex
dan alkohol, uang telah membuat manusia-manusia kepayang. Dari yang tolol,
pintar, dungu, jenius, semuanya tak sadarkan diri kalau sudah bicara soal uang.
Mulai dari propesi tinggi sampai propesi rendahan sekalipun, mereka semua
korupsi! Ya, ko-rup-si!
Pantas saja dulu Bapak Moh. Hatta
menyatakan bahwa korupsi dinegara kita ini adalah budaya. Lebih tepatnya sudah
menjadi budaya. Beliau berargumen bukan tanpa sebab, pastinya beliau bisa
mengatakan demikian lantaran beliau sudah melihat bahwa tindakan korupsi
berlangsung didepan matanya. Sama seperti halnya saya saat ini, didepan mata
saya tindakan keji itu berlangsung begitu jelas. Walau ditutupi, tapi tetap
saja transparan. Dan kalian semua harus tau, pelaku korupsi yang saya lihat ini
adalah manusia berpendidikan berseragam PNS! Berwajah lugu, yang wanita
mengenakan jilbab, yang laki-laki terlihat alim, serta memiliki banyak sekali
siswa/i sebagai muridnya. Lebih spesifik lagi,
mereka-mereka itu adalah seorang Guru!
Bagaimana saya bisa tahu bahwa
mereka itu melakukan tindak korupsi? Ya, tahun ini saya tengah merancang buku
tahunan untuk salah satu SMA Negeri dimana mereka mengajar, dan otomatis saya terjun
langsung kesekolah untuk mengurus segala keperluannya. Salah satunya mengenai
sagala hal yang berkaitan dengan dana pembuatan buku tahunan itu sendiri.
Oke, saya akan menceritakan lebih
spesifik lagi. Tentunya, agar segala hal dalam kerja sama ini berjalan lancar,
saya mengajukan surat kontrak kerjasama untuk disetujui pihak sekolah. Surat
kontrak perjanjian kerja sama antara pihak sekolah dan pihak saya sebagai tim
perancang buku tahunan ini berisi beberapa pasal yang harus dipatuhi oleh kedua
pihak. Salah satunya adalah pasal yang berisi poin-poin mengenai sistem
pembayaran buku tahunan oleh pihak sekolah kepada tim perancang sebagai
penyedia jasa.
Pada pasal mengenai pembayaran ini
tertera bahwa sistem pembayaran dilakukan dengan tiga kali tahapan, yaitu
sebanyak 35% untuk uang muka, 35% sebelum naik cetak dan 30% lagi untuk
pelunasan. Total keselurahan biaya produksi adalah sebesar Rp. 30.000.000,-.
Disinilah saya mulai melihat
keganjilan pada setiap tahap pembayaran. Mereka memberikan uang sebesar Rp.
10.500.000,- ditahap pertama, tepat 35% dari Rp. 30.000.000,-. Tetapi saat saya
menandatangani kuetansi pembayaran yang telah diisi oleh pihak sekolah disitu
tertera nomilnal sebesar Rp. 11.900.000,-. Saya tidak banyak tanya saat itu.
Saya menurut saja untuk segera membubuhkan tanda tangan di atas kertas kuetansi
agar segala proses cepat selesai.
Dipembayaran tahap kedua pun terjadi
hal yang sama, mereka tepat membayar 35%
lagi, sebesar Rp. 10.500.000,-. Tetapi lagi-lagi entah mengapa mereka
menuliskan nominal Rp. 11.900.000,- lagi pada kertas kuetansi. Dan tanpa banyak
tanya lagi, saya segera menanda tanganani kuetansi itu.
Usut punya usut, ternyata dana yang
diturunkan oleh pihak sekolah untuk pembuatan buku tahunan adalah sebesar Rp.
34.000.000,-. Namun nyatanya pihak panitia buku tahunan dari sekolah, yang
diwakili oleh empat orang guru itu hanya menurunkan Rp. 30.000.000,-. Lalu
sisanya, masuk ke kantong mereka. Empat juta rupiah untuk empat orang, masing-masing
mengantongi satu juta rupiah. Ya, hanya demi satu juta rupiah mereka rela
menjadi koruptor kelas teri dengan dosa kelas kakap!
Pantas saja korupsi cepat menjalar
di Indonesia, seorang yang berpropesi sebagai guru saja melakukan tindak
korupsi, apalagi murid-muridnya! Bukankah ada pekikan yang berbunyi ‘Guru
kencing berdiri, murid kencing berlari.’ Ya, itu ada benarnya juga. Karena
Gayus Tambunan, Nasarudin dan Angelina Sondak adalah seorang murid. Mungkin
dulu guru mereka korupsi jutaan rupiah, kini mereka korupsi miliaran bahkan
triliunan rupiah.
Gila! Indonesia benar-benar negara
berbudaya. Korupsi saja dijadikan budaya! Gila!
Jakarta, 17 Mei 2012