Terlalu dini jika saya harus mengidentifikasikan perasaan saya saat ini setelah
beberapa waktu lalu merasakan sakit akibat.... cinta (entah mengapa saya sedikit
risih menyebutkan kata itu).
Hati saya mungkin sudah lelah jika harus larut dalam arus kekecewaan rasa. Sekarang,
dengan sendirinya, hati saya mengobati lukanya. Sakitpun kini tidak lagi saya
rasakan, perihpun tidak, hanya saja.... seperti kehilangan sesuatu... atau.....
entahlah..
Sakit memang jelas saya rasakan saat itu. Jelas. Bahkan ketika saya
mencurahkan isi hati perihal masalah percintaan saya yang terlampau rumit itu
pada beberapa teman, mereka selalu mengerti mengapa saya begitu terluka. Hanya
saja saya tidak mengerti mengapa sebagian dari mereka seringkali mengatakan
bahwa saya adalah perempuan yang kuat yang mampu bertahan diatas luka itu. Kuat
apanya? Saya begitu terpuruk! Asal kalian tau saja itu.
Tapi mungkin pendapat-pendapat itu muncul karena saya tidak terbiasa mengekspresikan
keterpurukan yang saya alami didepan orang lain, maka dari itu saya hanya bisa
menangis sejadi-jadinya didalam kamar. Sendiri! Dan ketika saya kembali berada
dalam sebuah forum atau perkumpulan, mau tidak mau saya harus terus berusaha
agar seperti tidak terjadi apa-apa, Everything
is okay. Walau saya sering merasa usaha itu gagal. Karena bagaimanapun
pasti berbeda dimana Ita yang sedang ‘baik-baik’ saja, dengan Ita yang sedang ‘berusaha
baik-baik’ saja.
Sudahlah, toh itu kan beberapa waktu yang lalu ketika saya sedang merasakan
sakit karena..... cinta... (aduh! Kenapa saya harus menyebutkannya lagi?).
Sekarang, setiap saya mengingat pahitnya kisah lalu, tidak ada lagi terbesit
rasa sakit. Mungkin ini karena saya telah berhasil mengontrol hati saya agar
tidak melulu peka terhadap rasa sakit dan kecewa itu. Ya, mungkin!
Saya belum berani menyimpulkan hal lain selain kemungkinan diatas. Karena saya
sendiri belum bisa mendefinisikan apakah rasa ini timbul karena saya sudah
tidak lagi mencintainya atau sudah berhasil melupakannya. Saya tidak kuasa
untuk merangkum arti cinta yang ada didalam benak saya ini. Saya tidak yakin
apakah rasa cinta pada R sudah menghilang atau masih ada. Ya Tuhan, kenapa saya
banyak menyebutkan cinta di paragraf ini?? Bahkan saya sudah terbiasa
menuliskan kata itu, kata ‘cinta’. Cinta. Cinta. Cinta. Cinta. Cinta. Cinta. Cinta.
Cinta. Ahhh..
Dimana Rangga-nya???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar